Blogger Muslim Sejati

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Internet atau dunia maya memang menjelma bak pisau bermata dua. Di satu sisi, dengan seperangkat fiturnya yang beragam, tiap orang dimungk...

Pahami Pola Persebaran Jihadisme ala ISIS di Dunia Maya

Internet atau dunia maya memang menjelma bak pisau bermata dua. Di satu sisi, dengan seperangkat fiturnya yang beragam, tiap orang dimungkinkan mengakses apa saja. Di sisi lain, kebebasan akses yang tak terbatas, ternyata juga memungkinkan tiap orang terjerumus ke dalam apa saja.

Terlepas efek yang ditimbulkannya, yang jelas, internet telah secara nyata termanfaatkan sesuai eksistensinya: sebagai ruang informasi dan komunikasi paling signifikan. Tak terkecuali oleh kelompok ekstremis brutal (teroris), ruang ini jadi wadah potensial mereka, baik untuk menebar paham-paham kekerasan (ekstremisme, terorisme), maupun untuk merekrut calon-calon teroris. Internet jadi lahan subur untuk itu.

Dalam Workshop & Kelas Menulis “Ekstremisme dan Psikologi Kekerasan” Indeks-Qureta-PPIM di Yogyakarta, hal ini dijelaskan secara detail oleh dosen di Departemen Sosiologi Universitas Gadjah Mada (UGM), M. Najib Azca. Menurutnya, upaya penyebaran jihadisme itu justru bermula dari hal-hal sederhana yang minim disadari.

“Ada banyak simulasi game di internet. Misalnya, This is Our Call of Duty. Simulasi game yang memposisikan para pemainnya sebagai tentara atau jihadis ini, tanpa disadari, banyak menyasar kalangan anak dan remaja. Ini salah satu upaya kelompok ISIS melakukan perekrutan calon teroris di dunia maya.”

Peneliti senior di Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM itu juga menerangkan bahwa pola penyebaran jihadisme ala ISIS berbeda dengan pola organisasi induknya, al-Qaeda. Meski sama secara tujuan, membangun negara Islam, tapi dari segi pengupayaannya saling berlainan.

“Dalam aksi, jihadis pro-ISIS gunakan kekerasan. Sementara, yang pro-al-Qaeda, lebih bersifat gerakan etik. Cara mereka berbeda, meski tujuannya sama,” jelas Najib kembali melalui materinya bertajuk Propaganda Terorisme di Media/Internet.

Perbedaan itu bisa dilihat juga secara jelas dalam website jihadis mereka di Indonesia. Konten-konten dalam al-mustagbal.net milik jihadis pro-ISIS berbeda dengan wacana-wacana yang dipaparkan dalam ar-rahmah.com.

“Lihat saja. Meski tujuan mereka sama, tapi yang tampak justru penegasian satu sama lain. Wacana mereka tidak ketemu.”

Apa yang Baru dari ISIS?

Sampai sejauh ini, tak banyak orang tahu mengapa ISIS, sebagai sebuah gerakan pengusung jihadisme brutal, mampu eksis dan bertahan. Sejak didirikan pada tahun 2004 dengan nama awal al-Qaeda di Irag (AQI), ISIS mampu mencipta dominasi yang tak kecil. Bahkan, ketika semakin dibombardir sekalipun, daya cengkramnya justru semakin menguat.

Jika dibanding dengan induknya, al-Qaeda, ISIS punya seperangkat alat canggih untuk membangun militansinya sebagai kelompok penghancur. Dari segi kapabilitas militer, ISIS diperkirakan punya 25.000 pasukan di Suriah dan Irak. Semuanya adalah pejuang yang sebagian besar berasal dari dunia Arab-Muslim.

“Kepemilikan senjatanya juga sangat luar biasa. ISIS memiliki jumlah persenjataan ringan dan berat yang cukup banyak. Sebagian besar senjata itu berasal dari para tentara Suriah dan Irak.”

Bahkan, ISIS dinyatakan sempat mengontrol sekitar ⅓ teritori Irak dan sekitar ¼ hingga ⅓ wilayah Suriah. Semuanya merupakan tempat tinggal dari 5-6 juta warga.

“Ini yang tidak pernah terjadi dalam gerakan-gerakan teroris sebelumnya, seperti di al-Qaeda. Al-Qaeda lebih merupakan gerakan kelompok etik, tak pernah membangun struktur teritorial.”

Belum lagi soal adanya lembaga administrasi alternatif ISIS di wilayah kekuasaannya. Nyaris semuanya mampu dikontrol, termasuk pendidikan, peradilan, kepolisian, dan jejaring penegakan hukum.

Pun demikian dengan kontrolnya atas sejumlah infrastruktur di kedua negara ini, termasuk sejumlah ladang minyak. Maka tak ayal jika kekuatannya semakin melejit saja.

Siapa dan Bagaimana Orang Bisa Bergabung Jadi Jihadis ISIS?

Umumnya, anggota-anggota ISIS berasal dari aktivis jihadi yang memang sudah melalui proses kaderisasi yang matang. Mereka yang memilih jalan jihad al-Baghdadi ketimbang yang pro al-Qaeda adalah mereka yang kemudian bergerombol dalam ISIS.

“Endorsement Abu Bakar Ba’asyir, sebagai mantan Amir Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), cukup penting dan membantu memobilisasi para aktivis jihadi. Ditambah lagi, ISIS telah cukup sukses memancing generasi baru aktivis jihadi yang akrab dengan penggunaan teknologi dan media digital, baik yang berasal dari sayap wahabi maupun aktivis politik.”

Di sinilah peran internet atau dunia maya berhasil membentuk penguatan kelompok teroris ISIS ini. Bahwa mereka yang memilih bergabung, kebanyakan justru dari kalangan open source jihadist atau digital native jihadists.

Lalu, mengapa mereka ingin terlibat dan berjihad di jalan kekerasan? Apa saja faktor-faktor pendorongnya sehingga mobilisasi jihad ISIS tampak begitu sukses dalam hal merebut pasukan lebih banyak ketimbang di masa-masa awal terbentuknya?

“Indoktrinasi melalui ideologi paling vital. Dalam segi agama, misalnya, ada yang disebut sebagai eskatologi Islam. Paham bahwa pertempuran akhir zaman kelak akan terjadi di wilayah Sham (sering disebut sebagai Greater Syria, mencakup Suriah, Jordania, Libanon, Palestina, dan Israel), terus dijejali.”

Di samping itu, kepercayaan kontemporer juga cukup berpengaruh. Realitas kekacauan dan penderitaan yang bersumber dari Arab Spring terus-menerus dieksploitasi sebagai jalan menuju restorasi kekhalifaan Islam, seperti dinyatakan secara tegas dalam buku best-selling The Two-Arm Strategy.

“Dijejali pula paham tentang adanya kekejaman pemerintah atas kaum Muslim Sunni. Ini yang sering memancing pemberitaan di pers-pers lokal. Terlebih, jika dibanding dengan Afghanistan pada akhir 80-an dan 90-an, jihadis Indonesia sendiri memang kebanyakan memilih bergabung untuk berperang, bukan lagi hanya untuk berlatih.”

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Mengerti dan tahu bahwa internet memberi kemungkinan apa saja, maka kita pun bisa memanfaatkannya demikian. Sekadar mempelajari pola persebaran jihadisme kelompok ekstremis brutal saja, kiranya sudah lebih dari cukup.

Dari sana, cara perumusan pencegahannya justru akan mudah dicapai. Tentu ini jauh lebih baik ketimbang terus-terusan mengecam produk ilmu pengetahuan (internet) yang sudah jadi keniscayaan itu. Tak perlulah ikut-ikutan jadi penganut kaum bumi datar.

Apa yang ingin ditunjukkan oleh Najib dalam bahasan itu adalah bahwa pola perekrutan ISIS hari ini sangat berbahaya. Meski awalnya melalui simulasi game, yang itu sering dimainkan oleh generasi-generasi labil, kemungkinan besar justru itulah yang paling berpotensi membangun semangat jihadisme, bahkan dari sejak dini.

Akibat rentannya dunia maya sebagai ruang persebaran ekstremisme dan terorisme, maka upaya penanggulangan pun tak sekadar harus bertumpu pada pengadaan kebijakan oleh otoritas di bidang terkait seperti Kominfo. Masyarakat sendiri harus benar-benar tahu bagaimana pola persebaran itu berjejaring dan mendorong untuk mengambil sikap perlawanan atasnya.

Ya, semua harus terlibat dalam upaya penanggulangan terorisme. Dalam keluarga, itu bisa dimulai dari pola pengawasan pemakaian gawai oleh orangtua untuk anak-anaknya. Apalagi ada simulasi game yang ternyata punya potensi perekrutan yang hebatnya luar biasa.

Untuk mahasiswa, terutama bagi mereka yang telah ikut Workshop & Kelas Menulis Countering Violent Extremism (CVE) ini, bisa mengupayakannya melalui penulisan-penulisan seputar kontraterorisme di media-media massa maupun sosial. Bekal ilmu yang telah diterima selama 3 hari dalam kegiatan ini justru akan lebih bermanfaat jika digunakan sebagaimana peruntukannya.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2Ju1MFW
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Beberapa waktu belakangan ini, isu intoleransi dan radikalisme benar-benar mencuat ke permukaan. Kelompok intoleran dan radikal makin bera...

Sebuah Obsesi Bercinta dengan Bidadari

Beberapa waktu belakangan ini, isu intoleransi dan radikalisme benar-benar mencuat ke permukaan. Kelompok intoleran dan radikal makin berani menunjukkan eksistensinya. Dua kelompok yang pada dasarnya memiliki benang merah keterkaitan itu seperti mendapat panggung di negara ini.

Media sosial sempat heboh saat seorang bhante (bhikhu) dipersekusi di Legok, Kabupaten Tangerang. Sang bhante dipaksa meninggalkan kampung halamannya  karena melaksanakan ibadah sesuai keyakinannya.

Malang nasib sang bhante, ia berada di tengah permukiman penduduk yang mayoritasagama berbeda dengan sang bhante. Warga yang mengusir berdalih, sang bhante telah melakukan pelanggaran karena melakukan aktivitas ibadah di rumah.

Bagaimana mungkin aktivitas ibadah di rumah adalah pelanggaran? Jika acuannya Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat , tentu tidak relevan karena peraturan itu mengatur tata cara pendirian rumah ibadah, bukan mengatur apalagi melarang orang beribadah di rumah.

Kemudian, terjadi peyerangan ke Gereja Lidwina di Yogyakarta. Khidmat ibadah diganggu oleh orang yang terobsesi bercinta dengan bidadari. Menggunakan samurai, Suliyono membabi-buta menyerang pemuka agama dan jemaat gereja. Bahkan, patung Bunda Maria juga ia tebas. Gila!

Kelompok intoleran makin percaya diri mendeklarasikan kesahihan ajaran kelompoknya. Ajaran di luar kelompoknya didakwa sesat, kafir, atau sebutan lain yang bermakna stigma negatif.

Kelompok intoleran ini, mengklaim kebenaran ekslusif. Mereka memaknai ayat suci dengan sangat tekstual. Kalau pun menggunakan tafsir, yang dipakai adalah tafsir yang sesuai dengan visi mereka. Sedangkan tafsir lain akan dikesampingkan keberadaannya.

Padahal, dalam memahami dan memaknai ayat Alquran, harus ditinjau pula sebab-musabab turunnya ayat (asbabun nuzul) serta kronologis turunnya ayat (asbabul wurud). Namun, sempitnya ideologi kelompok intoleran membuat semua aspek pemahaman diabaikan. Pokoknya yang lain sesat, kafir.

Memaknai ayat Alquran secara tekstual membuat interpretasi menjadi sempit dan dangkal. Akibatnya, premis salah dijatuhkan kepada kelompok lain di luar kelompok mereka. Kelompok intoleran pun menolak perbedaan. Bagi mereka yang berbeda harus diperangi karena gelimang kemewahan surga menanti.

Lalu bagaimana dengan kelompok radikal? Intoleransi adalah embrio gerakan radikal. Pemahaman sempit akan agama dari kelompok intoleran pada ujung menumbuhkembangkan sikap radikal. Nalar agama yang tidak sehat membuat kelompok intoleran dan radikal tidak bisa memahami sepenuhnya hakikat bernegara apalagi memaknai hakikat perbedaan.

Padahal, bila nalar sehat dan didukung pemahaman agama yang moderat, maka akan sadar bahwa bernegara berarti menerima perbedaan. Kemajemukan adalah kepastian dan tradisi budaya lokal bukanlah sesuatu yang harus dimusnahkan.

Namun, kesalahan nalar kelompok intoleran radikal membuat perbedaan, kemajemukan, tradisi, serta konsep berbangsa dan bernegara lainnya adalah haram, bid’ah, thagut, kafir.

Kelompok ini pun sangat tidak dewasa dalam menerima perbedaan (pandangan). Kebenaran hanya ada di pihak mereka. Yang berlawanan dengan mereka sudah pasti salah. Karena salah maka harus dilawan dan dimusuhi, dihancurkan.

Kelompok intoleran dan radikal melakukan pemasungan akal dan kewarasan. Mereka tutup pintu ‘ijtihad yang juga berarti menutup pintu agama.

Padahal, ‘ijtihad adalah salah satu melepaskan belenggu-belenggu yang mengikat akal. Oleh karenanya dengan mengikat atau memasung akal berarti sama saja dengan memasung agama.

Sebagian dari mereka mengklaim sebagai ulama yang berarti orang berilmu. Namun, meski keilmuannya justru melahirkan sikap fanatik. Maka sebenarnya, keadaan orang berilmu itu jauh lebih buruk daripada orang bodoh.

Hal ini didasarkan, pada saat orang berilmu secara aktif fanatik pada pemahamannya, ia sebenarnya tidak sedang fanatik terhadap agama dan Islam melainkan fanatik terhadap pemahaman atau ajarannya sendiri alias individu yang diikutinya.

Kefanatikkan semacam ini bisa dijumpai dengan mudah utamanya di media sosial. Medsos tak ubahnya majelis taklim yang dipoles dengan ragam gaya bahasa yang keras, penuh caci maki, dan ujaran benci.

Mereka tak peduli heterogenitas. Pokoknya, di bumi ini, selain mereka tidak boleh ada lagi manusia. Kecuali mau tunduk dan patuh pada mereka.

Mereka memperkosa makna dakwah dan membengkokkan makna jihad. Fenomena semacam ini merupakan gejala kebutaan ideologi. Para juru dakwah ujaran benci itu berlindung di balik ideologi. Untuk mempertahankan identitas, mereka tak sungkan mengobarkan permusuhan. Di tangan mereka, ajaran agama berubah menjadi kisah horor.

Orang-orang yang berada di kelompok ini kerap memanfaatkan para pencari Tuhan. Banyak orang yang ingin memahami agama dengan lebih mendalam malah dijerumuskan ke pemahaman yang ekstrem. Bisa dikatakan, salah mendapat guru.

Keinginan memahami agama tidak salah, sayangnya bertemu guru yang salah. Ditanamkanlah ideologi intoleran radikal. Hingga menolak pemahaman lain. Yang penting jihad, syahid, masuk surga, lalu bercinta dengan puluhan bidadari sepuasnya.

Jika dianalisis, sedikitnya ada 4 faktor yang menyebkan gerakan intoleran radikal tumbuh di Indonesia. Keempat faktor itu adalah faktor ideologi, faktor ekonomi, faktor frustasi, dan faktor internasional ketidakpuasan atas perilaku negara barat. Guna menyelesaikannya, tentu saja memerlukan kehadiran negara.

Faktor ideologi adalah faktor yang (mungkin) paling sulit dibenahi. Sebab ideologi tertanam di dalam hati. Cara mengurainya adalah dengan melakukan dialog terus-menerus hingga hati dan nalarnya tersentuh.

Jika mereka menggunakan dalil maka lawan dengan dalil. Mereka gunakan fatwa lawan dengan fatwa. Mereka gunakan tulisan lawan dengan tulisan. Intinya, adu argumentasi dan dialog tanpa henti.

Gerakan pemberantasan diperlukan, tapi bukan cara satu-satunya. Cara yang mesti ditempuh adalah dialog terus menerus membolak-balikkan nalar kelompok radikal. Memang perlu waktu lama, tapi itulah caranya.

Terkait faktor ekonomi, pemerintah harus mengimplementasikan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Pemerataan ekonomi harus dilakukan agar masyarakat pra sejahtera tidak direkrut kelompok ini. Jika kelaparan, bisa saja kelompok garis keras datang menawarkan bantuan. Maka bergabunglah orang itu.

Faktor frustasi juga bisa berkaitan dengan faktor ekonomi. Tidak kunjung mendapat pekerjaan bisa membuat orang stres hingga akhirnya dirangkul kelompok ekstremis. Intinya pemerintah harus selalu hadir di tengah masyarakat yang masih banyak hidup dalam himpitan problem kehidupan dan ekonomi.

Untuk itulah, komunikasi serta kepedulian sosial harus dibangun. Jangan cuek bila tetangga tidak punya beras. Jangan saling acuh. Sebab saat orang merasa tidak dipedulikan di situlah celah masuk kelompok intoleran radikal.

Sedangkan faktor ketidakpuasan terhadap negara barat, biasanya disebabkan atas anggapan mereka bahwa perilaku negara barat kerap menekan negara Islam. Oleh karena itulah, negara dan kita semua harus aktif menyuarakan misi kemanusiaan. Negara dan kita juga mesti menggaungkan kebersamaan agar pertikaian itu segera dihentikan.

Jika negara dan kita semua hadir, kiranya gerakan radikal dan terorisme bisa kita tekan. Wallahu a’lam.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2yJUnhv
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Muhammadiyah dan PBNU Teken 4 Pernyataan Bersama Untuk Kesatuan NKRI

0 coment�rios:

Setelah menerima penghargaan dari Komnas Perlindungan Anak pada tanggal 27 September kemaren, Kapolres Tanah Datar AKBP H. Bayuaji Yudha Pra...

Pemimpin Peduli Anak, Sebuah Karakteristik Seorang Muslim Sejati

Setelah menerima penghargaan dari Komnas Perlindungan Anak pada tanggal 27 September kemaren, Kapolres Tanah Datar AKBP H. Bayuaji Yudha Prajas. SH terpilih menjadi pemenang dalam kategori Kapolres Peduli Anak. Acara yang diadakan oleh Media Center Mitra Polri ( MITRA POL) ini, dalam rangka memperingati HUT MITRAPOL ke-2, Rabu (31/10) di Gedung Bhayangkari Mabes Polri.


Pada penganugrahan tersebut, Kapolres Tanah Datar berhasil memenangi Kategori Peduli Anak dari 13 Kategori yang telah ditetapkan oleh MITRA POL. Kapolres Tanah Datar berhasil mengalahkan nominasi lainnya dalam Kategori Kapolres Peduli Anak tersebut.
Ada 5 Kapolres yang menerima penghargaan yang diberikan pada acara tersebut yaitu Kapolres Berprestasi, Kapolres Idola Masyarakat, Kapolres Peduli Sosial, Kapolres Media Sosial dan Kapolres Peduli Anak.

“Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT atas penghargaan yang diberikan, semoga ini menjadi semangat dan dorongan untuk bekerja lebih baik lagi. Sebagai pemenang Kapolres Peduli Anak, saya mengucapkan terima kasih kepada anak-anak yang telah berkontribusi Kabupaten Tanah Datar khususnya Polres Tanah Datar. Piala ini saya dedikasikan untuk anak-anak Indonesia khususnya Tanah Datar” ujar Kapolres Tanah Datar.
Jend. Pol (Purn) . Drs. Roesmahadi SH. MH sebagai pimpinan Umum dari MITRA POL melihat Kapolres Tanah Datar memiliki Program-program dimana Hak-Hak anak diberikan. Salah satunya adalah Bus Sekolah. Dengan menggunakan Kendaraan yang ada, Kapolres Tanah Datar memanfaatkan dengan semaksimal mungkin untuk mengantarkan anak-anak ke sekolah hingga selamat. Ini merupakan suatu ide yang sangat kreatif dan inovatif.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2RqN7hA
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid oleh beberapa oknum BANSER Garut menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pro-kontra mewarnai aksi...

Klaim Keliru Atas Bendera Rasulullah

Pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid oleh beberapa oknum BANSER Garut menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Pro-kontra mewarnai aksi yang bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2018. Banyak pihak, mulai dari ormas Islam, tokoh masyarakat, politisi, masyarakat umum, sampai netizen ikut mengungkapkan pandangannya. Mayoritas mengkritik habis-habisan, tetapi tak sedikit pula yang tak ikut menyalahkan BANSER.

Terdapat alasan kuat di balik pro-kontra aksi pembakaran. Pihak pro mengatakan bahwa itu adalah bendera HTI, ormas Islam terlarang. Sementara yang kontra menganggap bendera tersebut adalah bendera Rasulullah. Lantas mana pendapat yang paling sesuai bila dilihat dari konteks komunikasi antarbudaya?

Makna dan Fungsi Bendera
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bendera diartikan sebagai sepotong kain atau kertas segi empat atau segitiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya) dipergunakan sebagai lambang negara, perkumpulan, badan, dan sebagainya atau sebagai tanda; panji-panji; tunggul: sering dikibarkan di tiang, umumnya digunakan secara simbolis untuk memberikan sinyal atau identifikasi. Dari pengertian tersebut, dapat disederhanakan bahwa fungsi bendera yaitu sebagai tanda, simbol yang menunjukkan identitas.

Dalam bahasa hadis, bendera (red: Royah dan Liwa’) berfungsi sebagai simbol perang dan menjadi tanda di mana posisi pemimpin perang. Pun demikian, pembawa bendera adalah komandan perang, atau terkadang diserahkan kepada pasukan yang berada di barisan terdepan. Demikian yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari.

Simbol sebagai Identitas
Dalam konteks komunikasi antarbudaya, simbol menjadi suatu hal yang sangat penting. Simbol berperan sebagai representasi atau perwakilan dari suatu hal yang lebih besar. Orang lain bisa mengenal budaya orang lain melalui simbol-simbol yang dikenakan. Pemaknaan terhadap simbol dilakukan dengan analisis konteks di mana simbol itu dibangun (Irwan Abdullah, 2006 : 21). Jadi simbol bisa disepakati maknanya oleh orang lain berdasarkan konteks sosial-budaya.

Simbol-simbol yang digunakan pada akhirnya melahirkan “identitas”. Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication menyebutkan bahwa identitas berfungsi sebagai “kode” yang mendefinisikan keanggotaan individu / kelompok dalam komunitas yang beragam. (Littlejohn, 2009: 131). Identitas menjadi suatu ciri khas pengenalan kelompok kepada kelompok lain.

Bendera Indonesia dan Monako: Sama Tapi Berbeda
Dari kedudukannya sebagai simbol, kehadiran bendera bisa menjadi identitas bagi suatu negara. Hal ini bisa dilihat dari bendera Indonesia. Indonesia memiliki bendera dengan komposisi warna merah dan putih. Warna merah berada di bagian atas, dan putih di bawah (red: merah-putih). Tetapi kalau dicermati negara lain, akan ditemukan bendera dengan komposisi serupa, yaitu Monako. Kesamaan tersebut akan memunculkan dugaan salah satu negara menjiplak bendera.

Kalau ditinjau dari konteks historis, ternyata bendera Monako lebih dahulu disahkan daripada bendera Indonesia. Merah-putih sah menjadi bendera Monako  pada 4 April 1881. Sementara Indonesia baru sah memakai komposisi merah-putih sebagai bendera pada 17 Agustus 1945, saat proklamasi kemerdekaan. Kesamaan tersebut tidak menjadikan Monako menuntut Indonesia. Kedua negara tahu dan paham bahwa meskipun komposisi warna bendera sama, tetapi tetap berbeda.

Bendera Monako memiliki proporsi 4:5, hampir berbentuk persegi. Berbeda dengan Indonesia, proporsi merah-putihnya 2:3. Perbedaan proporsi tersebut menjadikan masing-masing bendera memiliki ciri khas. Indonesia dan Monako memiliki “Identitas” masing-masing melalui merah-putihnya. Sehingga dengan identitas yang dimiliki, kedua negara bisa dikenali berdasarkan simbol khasnya.

Klaim Keliru Atas Bendera Rasulullah

Sebagian orang menganggap bendera yang dibakar oleh oknum BANSER sebagai “Bendera Rasulullah”. Padahal di Indonesia, bendera tersebut dipopulerkan oleh HTI. Berdasarkan konteks komunikasi antarbudaya, bendera tersebut tidak bisa disebut sebagai bendera Rasulullah. Salah satu penyebabnya karena perbedaan khat tulisan. Perbedaan khat tidak bisa dipandang remeh. Karena berbeda sedikit saja akan sangat berpengaruh terhadap identitas yang direpresentasikan oleh simbol.

Yahya Wahib Al-Jabburi dalam kitabnya Al-Khat wa Al-Kitabah fi al-Basarah al-‘Arabiyyah cetakan Dar al-Gharb al-Islam menjelaskan, pada masa awal Islam hanya dikenal satu jenis khat kaligrafi, yaitu Khat Kufi . Khat Kufi dikenal oleh masyarakat Islam sejak masa Umar bin Khattab. Dalam menulis al-Qur’an, Umar bin Khattab dan para sahabat lainnya menggunakan model tulisan Kufi sederhana. Pada masa ini, tulisan tidak memiliki penanda vokal  dan pembeda konsonan. Selain itu, masih belum dikenal penanda kalimat yang berupa titik, koma, ataupun hiasan tulisan.

Baca Juga:  NU, Demokrasi dan Penolakannya Terhadap Gagasan Khilafah

Sedangkan bendera yang dipopulerkan oleh HTI memiliki jenis Khat Tsuluts. Khat Tsuluts ini dirintis oleh Ibn Muqlah (w. 328 H.) pada pemberian titik dan ukuran tulisan. Khat ini mulai terlihat bentuk indahnya sejak dikembangkan oleh Ibn al-Bawwab ‘Ali ibn Hilal al-Baghdadi (w. 413 H.). Jarak waktu yang sangat jauh dengan masa Rasulullah maupun Sahabat.

Maka, berdasarkan pemahaman terhadap simbol dan identitas, bendera yang dibakar oleh oknum BANSER adalah Bendera HTI. Bukan Bendera Rasulullah sebagaimana yang diklaim sebagian pihak. Pun demikian, jika tetap memaksakan menyebut Bendera Rasulullah, maka bendera ISIS bisa disebut juga Bendera Rasulullah. Karena bendera ISIS juga bertuliskan kalimat tauhid. Bahkan, jenis khat yang digunakan lebih klasik daripada bendera HTI. Demikian juga tidak adanya tanda baca, harusnya semakin menguatkan untuk menyebutnya sebagai bendera Rasulullah. Tetapi apakah mereka berani dan mau? Tidak!

*Oleh : Iwan Hantoro, Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2qgZWPQ
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Foto : Pemberian Hadiah Umroh kepada para pemenang MTQ Kapolda Cup Di Gresik GRESIK,  – Berakhir sudah lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MT...

Alhamdulillah,.. Para Pemenang Lomba MTQ Kapolda Cup Dapat Hadiah Umroh

Foto : Pemberian Hadiah Umroh kepada para pemenang MTQ Kapolda Cup Di Gresik

GRESIK,  – Berakhir sudah lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Kapolda Cup tahun 2018 yang digelar Polres Gresik yang berlangsung pada Sabtu, 27 Oktober 2018 di Halaman Mapolres Gresik.

Hadir pada kegiatan tersebut, Bupati Gresik Dr. Ir. H. Sambari Halim Radianto.,ST.,M.si, Majelis ILMI PP JQHNU Bapak Rois, Ketua Umum PP JQHNU Drs. KH. Saifulloh Mas’hum., SQ, Ketua IV PP JQHNU Tebuireng., Ahmad Ari Masyhuri., SQ., MA, Pengasuh PP MADRASATUL QURAN Tebuireng Dr. KH. Musta’in SyafJi’i., M.Ag, Ketua PWNU Jawa Timur  KH. Masrzuki Mustamar, Ketua MUI Kab. Gresik KH. Mansyur Sodiq., M.Ag, PJU dan anggota Polres Gresik serta Toga, Tomas Kabupaten Gresik.

Setelah resmi dibuka oleh Waka Polda Jatim Brigjen M.Iqbal, S.I.K., M.H. pada tanggal 26 Oktober 2018 pada malam (27/10/18) kordinator dewan Hakim KH. Syaiful Munir  mengumumkan hasil pemenang lomba Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Kapolda Cup tahun 2018 di Polres Gresik Jam’iyyatul Qurra Wal Huffaz.

Bersama Bupati Gresik, Kapolres Gresik menyerahkan langsung Piala, Sertifikat, Tropy serta hadiah Umroh bagi juara 1 putra dan putri Lomba 1 juzz dan tilawah, 5 juz dan tilawah serta 10 juzz hafizz.

Kapolres Gresik dalam sambutannya menyampaikan terimakasih karena acara yang selenggarakan mulai tanggal 26 Oktober 2018 hingga malam (27/10/18) dapat berjalan lancar. Kegiatan MTQ ini diikuti oleh 22 perwakilan cabang (PC) dan komisariat. Total peserta +- 148 dengan rincian Cabang 1 Juz Tilawah sebanyak +-51 peserta putra dan putri 5 Juz Tilawah sebanyak  sebanyak 44 peserta Putra dan putri 10 Juz Tilawah sebanyak 53 peserta putra dan putri.

” Untuk masing-masing cabang akan diambil juara 1, 2, 3, dan Harapan 1, Harapan 2, Harapan 3 dan untuk hadiah 1 Tropi Bergilir Kapolda Cup untuk juara umum, Umrah Bagi 6Juara terbaik dengan nilai terbaik dari semua cabang lomba putra dan putri dan Sertifikat, tropy, dan dana pembinaan dari masing-masing cabang lomba baik putra dan putri serta hadiah Umroh bagi juara 1 putra dan putri Lomba 1 juzz dan tilawah, 5 juz dan tilawah serta 10 juzz hafizz.
” jelas Kapolres.

Sebagai Kota Santri, lanjut Kapolres menambahkan dengan kegiatan seperti ini diharapakn mampu mendinginkan suasana Kamtibmas diwilayah Kabupaten Gresik jelang Pemilu 2018.

“Semoga dengan terselanggaranya kegiatan ini sebagai peringatan hari santri dan hari sumpah pemuda, menjadikan generasi muda dan anggota Polres yang mencintai Al quran serta gemar membaca Al Quran” pungkas Kapolres Gresik. (yon)



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2OW8kTM
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Ciptakan Situasi Wilayah Tetap Sejuk, Kapolres Gresik Kukuhkan Da’i Kamtibmas Tribratanews-gresik.com – Polres Gresik terus melakukan seju...

Berusaha Sebarakan Ukhuwah Islamiyah, Kapolres Gresik Bentuk Da’i Kamtibmas

Ciptakan Situasi Wilayah Tetap Sejuk, Kapolres Gresik Kukuhkan Da’i Kamtibmas

Tribratanews-gresik.com – Polres Gresik terus melakukan sejumlah inovasi dalam rangka meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) tetan aman dan sejuk di Kabupaten Gresik. Kali ini, Polres Gresik merangkul sejumlah da’i sebagai mitra dalam meningkatkan kamtibmas.

Pelaksanaan Pengukuhan Dai Kamtibmas di Wilayah hukum Polres Gresik, sebagai Forum Kemitraan antara Kepolisian dengan elemen masyarakat khususnya para Ulama dan Kyai oleh Kapolres Gresik AKBP Wahyu S Bintoro, SH SIK MSi. bertempat di Aula Putri Mijil Pendopo Bupati Gresik, Selasa (30/10/2018) pukul 13.30 WIB.

 

Pada kegiatan pengukuhan Da’i Kamtibmas Polres Gresik dihadiri PJU Polres Gresi, Kapolsek Jajaran Polres Gresik, Ketua MUI Gresik, Ketua PCNU Gresik, Perwakilan Muhammadiyah Gresik, Ketua LDII Gresik, Kesbangpol Gresik, Kemenag Gresik dan para tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Kapolres Gresik pada kesempatan tersebut mengatakan Sebagai aparat penegak hukum yang bertanggungjawab atas keamanan wilayah menjadikan Polri terus berinovasi dalam menangani perkembangan ancaman yang menjadi ambang gangguan saat ini.

Berbagai ancaman seperti ancaman kebhinekaan yang berpotensi melahirkan konflik terhadap keutuhan NKRI, Perkembagan teknologi informasi yang semakin berkembang juga akan menimbulkan kejahatan cyber crime yaitu kejahatan didunia maya serta ancaman Intoleransi yang  erat hubungannya dengan kelompok, ras, suku dan agama yang dapat memecah belah persatuan bangsa.

“Dengan mitra yang dibangun melalui Da’i Kamtibmas Polres Gresik, Kami berharap peran aktif para Da’i dapat membantu menciptakan situasi kamtibmas diwilayah dimana masyarakat dapat merasa aman, damai dan sejahtera” pungkas Kapolres.

Pengukuhan 50 da’i binaan Polsek dan Polres Gresik ditandai dengan penyematan pin dan pembagian jaket sebagai Da’i Kamtibmas Polres Gresik.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2qipMDh
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Analisis Tulang Ikan Akar Radikalisme Islam di Indonesia Munculnya isu-isu politis gerakan radikalisme Islam merupakan tantangan tersend...

Metode Analisis Tulang Ikan Terkait Akar Radikalisme Islam Di Indonesia

Analisis Tulang Ikan Akar Radikalisme Islam di Indonesia

Munculnya isu-isu politis gerakan radikalisme Islam merupakan tantangan tersendiri bagi umat islam untuk menjawabnya. Isu radikalisme Islam sebenarnya sudah sangat lama mencuat dalam dunia internasional.

Hal itu diperparah dengan racikan media yang terus memasak matang-matang isu tersebut guna menciptakan persepsi masyarakat dunia akan radikalisme Islam. Racikan tersebut dikemas dengan varian menu yang bersifat antipatif. Mulai dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, fundamentalis, hingga sebutan terorisme.

Karena hal tersebut, ketergesa-gesaan dalam generalisasi menimbulkan masyarakat dunia tidak mampu memandang fenomena historis umat Islam secara objektif. Hal tersebut bukan berarti pembenaran terhadap praktik radikalisme yang dilakukan oleh sebagian umat islam. Karena pada dasarnya praktek radikalisme dengan atribut simbol Islam tidak lantas dapat digeneralisasi kepada Islam secara global.

Karena pada dasarnya, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan kasih sayang. Pesan damai islam tidak hanya tertuang dalam normatif wahyu Tuhan dan sunnah Nabi tetapi termanifestasi dalam sejarah awal islam dan akan terus dipegang teguh hingga sekarang dan yang akan datang.

Gerakan radikalisme di Indonesia sendiri sudah terjadi sejak zaman dahulu. Pada zaman orde baru dikenal istilah radikalisme kanan dan radikalisme kiri. Radikalisme kiri merujuk pada gerakan politis-sosiologis, sedangkan radikalisme kanan merujuk pada gerakan politis-agamis.

Pada masa orde baru gerakan-gerakan radikal dapat ditangani dengan baik oleh rezim pada waktu itu. Hampir semua gerakan radikal pada masa itu dapat dikendalikan dengan baik dan dikerdilkan perkembanganya.

Namun setelah reformasi pecah, berbagai organisasi dan gerakan-gerakan dari berbagai latar belakang tumbuh subur bak jamur dimusim penghujan. Momentum itulah yang juga menjadi tunggangan berbagai bentuk gerakan Islam yang menjadi sangat beragam.

Jika dicermati, gerakan radikal kiri setelah reformasi seperti mati suri, tidak terlalu menampakan geliat gerakanya. Namun gerakan radikal kanan yang berbasis agama justru terus berkembang dan terus menunjukan akselerasi.

Radikalisme atau ekstrimisme di Indonesia tidak muncul begitu saja. Oleh karena itu perlu ditelisik masalah utama hingga akar-akar dari gerakan radikal dan ekstrim tersebut. Ada berbagai masalah utama yang menyebabkan radikalisme dan ekstrimisme berkembang di Indonesia.

Dengan fishbone analysis dapat kita cari akar masalah dari masalah utama yang timbul dari setap aspek.

 

Dari bagan tulang ikan tersebut dapat kita lihat masalah utama dan bila kita usut lebih dalam lagi, dapat ditarik benang merah akar masalah dari setiap masalah utama gerakan radikalisme dan ekstrimisme Islam di Indonesia.

  • Sosial

Acapkali seseorang dengan pendidikan rendah tidak mengetahui pengetahuan akan penyelesaian masalah dalam lingkunganya. Ketika hal itu terjadi, paham radikal dapat masuk dengan mudah dan terdoktrin dengan kuat. Namun tidak memungkiri paham radikal dan ekstrim masuk pada seorang yang terdidik, semisal dokter, mahasiswa, dosen dan lain sebagainya. Tidak sedikit juga seorang yang terdidik masuk dalam gerakan radikalisme dan ekstrimisme Islam tersebut karena tergiur jargon dan slogan yang yang menjanjikan.

Materi merupakan salah satu bentuk kebanggaan seseorang. Ketika materi tidak dapat dimiliki, seseorang dapat merasa putus asa. Dengan iming-iming dan jargon yang bisa menjadi kebanggaan, seseorang dapat dengan mudah terjerat dalam paham radikal tersebut.

  • Kultur/Budaya

Dalam masyarakat selalu diketemukan usaha untuk melepaskan diri dari jerat jaring-jaring kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai ( Musa Asy’arie,1992). Oleh karena itu, dominasi barat dari segi kultur yang terus memarjinalkan sendi-sendi kehidupan muslim sehingga muslim semakin tertindas dan terbelakang merupakan suatu hal yang mengancam.

Barat juga merupakan kiblat sekularisme yang mengotori budaya Islam. Maka dari itu, para penggerak paham radikal dan ekstrim menggunakan cara alternatif guna menghancurkan ancaman budaya barat tersebut.

  • Ideologi

Westernisme dianggap oleh mereka sebagai ancaman dalam pengaplikasian syariat Islam, sehingga segala bentuk westernisme harus dihancurkan. Bagaimanapun kita harus mengakui bahwa sekarang ini peradaban barat lebih maju dari peradaban Islam.

Ada semacam ketidakberdayaan umat Islam dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban. Karena hal tersebut, oleh sebagian orang diambilah jalan pintas sebagai bentuk perlawanan tersebut, yaitu dengan jalan kekerasan atas bentuk kekalahan dengan peradaban barat.

  • Politik

Hubungan negara dengan Islam sangat berperan penting dalam perkembangan radikalisme dan ekstrimisme Islam di Indonesia. Ketika negara dan Islam bersikap konfrontatif, maka hal tersebut bisa menjadi pemantik yang dapat menyulut gerakan radikalisme semakin membesar.

Salah satu penyebab hal tersebut adalah ketidakpuasan masyarakat akan sistem dan pelaksanaan pemerintahan yang ada. Banyaknya penyelewengan yang dilakukan penguasa, semisal korupsi, suap, pencucian uang, pelangggaran HAM, dan lain sebagainya.

Hal itu akan menjadi dalil terkuat bagi mereka untuk merongrong sistem yang ada dan berusaha untuk menggantinya. Disaat pemerintah bersifat preventive offensive, mereka akan melakukan berbagai tindakan reaktif atas usaha pemerintah tersebut.

Anggapan mereka tentang sistem dan pelaksanaan pemerintahan merupakan taghut yang bertentangan dengan syariat islam. Dengan jargon demikian akan dengan mudah membakar semangat para pengikut paham tersebut seolah berjihad dijalan tuhan.

  • Agama

Salah satu penyebab gerakan radikalisme dan ekstrimisme Islam adalah faktor sentimen keagamaan, yang berupa solidaritas keagamaan karena tertindas oleh kekuatan tertentu. Bisa dikatakan sebagai faktor emosi keagamaan, bukan faktor ajaran agama Islam sendiri ( Al-Quran dan Hadist ).

Hal itu karena pamahaman ( Ijtihad ) keagamaan yang bersifat interpretatif, dan subjektif. Ketika suatu sumber tekstual Islam dipahami hanya dari makna tekstual sumber tersebut, hal ini bisa menimbulkan isterpretasi yang keliru dari makna kontekstual sumber tersebut.

Hal tersebut disebabkan karena pengetahuan dan pemahamana agama yang belum memadahi. Ditambah sikap ketergesa-gesaan dalam menaksir dalil dan sumber tekstual agama Islam.

Selain kelima aspek tersebut bila kita mencermati, media juga menjadi peranan penting tumbuhnya gerakan radikalisme dan ekstrimisme Islam di Indonesia. Media yang bersikap memojokan Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam. Propaganda-propaganda yang dilakukan media juga menjadi senjata ampuh dan sangat sulit ditangkis sehingga menimbulakan reaksi ekstrim dan radikal atas apa yang ditimpakan pada umat Islam.

Intinya praktek radikalisme dan ekstrimisme yang dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia tidak dapat dialamatkan kepada Islam secara universal. Islam tidak mengajarkan radkalisme dan ekstrimisme, tetapi perilaku radikal sekelompok umat Islam merupakan realitas historis-sosiologis yang dimanfaatkan media dan barat untuk menyudutkan Islam.

Menyadari identitas keislaman ( seorang muslim) yang sejati sangat diperlukan untuk menunjukan pada dunia bahwa Islam merupakan agama yang damai dan penuh cinta kasih. Hal tersebut termanifestasikan dalam sikap tasamuh ( toleransi ), moderat, menghormati perbedaan, serta terus menebar pesan damai dan cinta kasih sebagai bentuk Islam yang rahmatan lil ‘alamin.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2Q6GwbZ
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Jacque Derrida (1930-2004), dalam filsafat Dekonstruksi-nya, pernah mengatakan bahwa tidak ada makna yang stabil dalam setiap teks. Teks h...

Melawan Terorisme (Media) ala Martin Heidegger

Jacque Derrida (1930-2004), dalam filsafat Dekonstruksi-nya, pernah mengatakan bahwa tidak ada makna yang stabil dalam setiap teks. Teks hadir dalam modenya sendiri, terpisah, bahkan -dalam pandangan ekstrem- dengan penulisnya sendiri.

Pada prinsipnya, manusia membangun hubungan formasi makna secara spontan terhadap lingkungan sekitarnya. Ini lahiriah adanya. Tidak heran jika banyak secara spontan membangun tafsir pada fenomena. Sayangnya kadang mengeliminasi nomena, yang berujung pada nilai subjektif. Pun pada sebuah teks (berita media), kita banyak menerapkan konsep yang sama.

Tulisan ini mengerucut pada beberapa status yang berseliweran di media sosial maupun tulisan (teks) berita dan opini yang terbit dalam portal-portal berita lokal-nasional, online maupun cetak, terkait dengan kejadian teror beruntun beberapa hari belakangan ini.

Secara spontan, peristiwa-peristiwa itu membuat masyarakat kita begitu gaduh, riuh, takut, panik, dan resah di mana-mana. Kita seperti pesawat yang kehilangan kendali kemudi, melesat cepat tak tentu arah. Sabar!

Terorisme dan Konspirasi

Begini, tindakan atau reaksi berlebihan pada terorisme itu justru merupakan ancaman yang lebih berbahaya ketimbang para teroris itu sendiri. Sebab itulah tujuan awal konspirasinya, membangun rasa takut, panik, gaduh dan candu.

Esensi terorisme adalah pertunjukan. Pertunjukannya untuk “dinikmati” khalayak. Itu mengapa momennya beruntun, tersistematis, bahkan sampai pada tataran masif. Upayanya adalah membangun opini publik.

Membangun opini publik; bahwa kita memiliki semua pemikiran, berdiri pada sisi yang sama dan bersama adalah konsep yang pernah diterapkan Amerika dalam sebuah konspirasi melawan para “pandir” demokrasi Uni Soviet. Gambaran sederhananya, setiap entitas yang mencoba mempertanyakan makna demokrasi, dibuat seolah menjadi musuh bersama yang harus ditumpas segera.

Konsep yang sama juga diterapkan dalam strategi militernya, bahwa menumpas gerakan radikalime (terorisme) di Timur Tengah adalah upaya untuk menyelamatkan dunia, tindakan heroik nan filantropi. Setidaknya begitulah pemikiran (bersama) sebagian masyarakat dunia. Alhasil, tindakan itu diaminkan oleh banyak pihak.

Kita tergiring untuk bersepakat, memiliki musuh bersama yang harus dimusnahkan segera. Efeknya, tidak jarang kita mendahulukan ‘naluri’ ini lalu berakhir mengenyampingkan analisis logik. Subjektiflah kita. Tidak mencerahkan suasana, malah semakin besarlah rasa takut, panik, gaduh, dan candu itu. Sampai di sini, mode penolakan relevan untuk ada.

Menolak, bukan menolak untuk mengatakan terorisme adalah musuh bersama, bukan. Bagaimanapun, tidak ada kalimat yang bisa mengilustrasikan kebiadaban tindakan terorisme, tetapi menolak untuk ikut larut dalam kepanikan dan kegaduhan yang ditimbulkannya. Ini penting bagi kita guna menemukan solusi baik dan menentukan keputusan-keputusan yang akan diterapkan.

Bagaimanapun juga, kehidupan bernegara harus tetap berlanjut, masih banyak persoalan yang harus diselesaikan. Bisa jadi, radikalisme lahir dan tumbuh subur dari lebarnya gapatau ketimpangan kehidupan sosial yang gagal dievaluasi oleh negara. Bisa jadi, siapa tahu.

Terorisme dan Media

Pun dalam kebiasaan kita mengonsumsi informasi yang dihadirkan oleh media. “Barang” yang satu ini memang memiliki andil yang sangat strategis dalam kehidupan sebuah negara demokrasi. Apalagi di era milenial-digitalis seperti sekarang ini.

Kebebasan akses informasi yang menisbahkan sekat ruang dan waktu secara tidak langsung ikut memengaruhi pola interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat. Tidak hanya dalam interaksi dunia maya, hal ini juga ikut memengaruhi pola interaksi sosial dalam dunia nyata.

Tak jarang saya menemukan dialektika yang tidak sehat bermula hanya dari sebuah judul “norak” berita. Belum lagi jika kontennya berisi bualan para tokoh-tokoh bangsa yang kontrover-sial. Kadang “Cover both side is death” bro/sist. Keberimbangan telah mati.

Seyogianya media hadir sebagai pembanding. Mereduksi kepanikan dan kegaduhan yang ditimbulkan dengan cara menghadirkan informasi yang akurat dan berbobot. Atau setidak-tidaknya tidak menggunakan kalimat provokatif, baik pada judul berita maupun konten dalam opini-opininya.

Mitdasein ala Martin Heidegger

Seyogianya opini publik yang terbangun dapat dimanifestasikan dalam bentuk lain. Paradigma ini dapat diterapkan dengan baik dalam konsep Mitdasein ala Martin Heidegger (1989-1976), hadir bersama dalam keadaan bermakna. Fenomena dihayati bersama secara mendalam untuk membuat terang persoalan. Menganalisa dan menemukan solusi sampai ke pangkal persoalan. Bukan malah larut dalam kegaduhan yang ditimbulkannya.

Jika diperhatikan, Cyber War yang belakangan marak terjadi hanya berisi konten suku, ras, dan agama. Interaksi ini kadang juga termanisfestasi, lanjut terekspresi keluar, sehingga (berpotensi) mengakibatkan pertentangan bahkan perang. Miris, kan!? Semoga saja tidak terjadi.

Sekali lagi, kehidupan bernegara harus tetap berlanjut. Ada banyak persoalan lain yang menanti ke depannya.Berhenti saling “menggaruk” tanpa menyisahkan ruang toleransi untuk berempati, apalagi simpatik. Mari hadir bersama dalam keadaan bermakna. Mitdasein.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2zbyUh8
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Khilafah bukan masa depan terbaik bagi Indonesia. Sebagai masyarakat plural dan multikultural, demokrasi merupakan jalan terbaik dari yang...

Khilafah bukan masa depan terbaik bagi Indonesia

Khilafah bukan masa depan terbaik bagi Indonesia. Sebagai masyarakat plural dan multikultural, demokrasi merupakan jalan terbaik dari yang terburuk. Teokrasi akan dengan mudah membawa masuk dalam lingkaran totalitarian.

Kegagalan Arab spring yang penuh pertumpahan darah merupakan bukti empiris bahwa khilafah adalah ahistoris bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia merupakan jalan terbaik yang harus dipelihara. Bahwa demokrasi dapat disandingkan dengan Islam, tanpa Islam Addin wa daulah. Model piagam Madinah yang paling layak direkonstruksi dan direvitalisasi. Di sana, kemajemukan digelar dengan adanya common platform.

Satu-satunya cara mengatur tumpang tindihnya kepentingan jika ada common platform, di Indonesia yang kita sebut sebagai Pancasila. Dalam Pancasila setidaknya ada fungsi integratif yang semua agama merasa terlindungi. Ini yang dimaksud historis.

Lalu, mengenai NKRI, bukan persoalan teritorial, tetapi terkait ideologi yang mengikatnya. Teritorialnya bisa berubah menjadi federal, dalam bentuk lunaknya adalah otonomi daerah. Demokrasi dengan segala cacat bawaannya merupakan sistem terbaik dari semua sistem yang ada.

Tujuan hukum secara normatif adalah keadilan. Inti dari demokrasi itu sendiri adalah perlindungan terhadap minoritas yang termarjinalkan. Tidak ada diskriminasi di depan hukum. Minoritas dan mayoritas adalah entitas yang sama. Sementara teokrasi, mudah jatuh pada pemutlakan tafsir yang mengatasnamakan suara Tuhan.

Absolutisasi tafsir agama adalah kecenderungan otoritarian yang paling menggelisahkan. Di mana pun tafsir itu tidak ada yang mutlak. Tidak bisa diseragamkan. Setiap tafsir memiliki kemungkinan kebenaran, sekaligus kesalahan.

Tafsir tetaplah tafsir. Kebenarannya relatif. Perbedaan adalah rahmat. Hanya kaum konservatif yang memutlakan tafsirnya sendiri sebagai kebenaran tunggal. Jika ini dilembagakan, maka akan sangat berbahaya. Akan mengulang tradisi Khawarij yang menghabisi siapa saja karena alasan berbeda tafsir dengannya. Paling lunak dikafir-kafirkan dan dibid’ah-bid’ahkan. Bahkan, bisa dibunuh seperti sayyidina Ali bin Abi Thalib, oleh seseorang yang hafal Alquran.

Kita perlu belajar sejarah kelam, ketika masalah teologi dan politik dicampuradukkan. Agama tidak diletakkan sebagai obor moralitas yang menyejukkan, sumber perdamaian, jalan kebenaran, tetapi justru dijadikan sebagai sumber sengketa. Pertarungan klaim.

Sebagai umat Islam, semestinya perlu open minded dalam menghadapi perbedaan tafsir. Bukan malah menghujat perbedaan. Menghentikan ijtihad. Kesepakatan korelatif.

Shalih likulli zaman wal makan adalah strategi untuk menjaga universalitas nilai-nilai ayat suci sepanjang zaman. Dalam hal ini, baik khilafah atau demokrasi, keduanya sama-sama buah dari tafsir. Tidak ada resep khusus dalam penentuan konsensus sebuah Negara. Teks suci sebagai etika universal hanya memberikan prinsip-prinsip secara umum: Al-adl, Al-khuriyah, Al-musyawa, Syuro Bainahum, dan lain-lain.

Sebenarnya jika kita ingin meninjau kembali masalah khilafah, ada beberapa catatan sejarah yang perlu dilihat kembali. Pertama, bahwa khilafah adalah tribalisme. Kesukuan. Suku Quraisy, Bani Hasyim, dsb. dan Nabi-lah yang berusaha keras melakukan detribalisasi. Wujudnya yang paling ideal pada waktu itu adalah piagam Madinah.

Meskipun umurnya sangat pendek, multikulturalisme telah dijalankan beliau. Karena itu, Robert Bellah memujinya, sebagai sistem kenegaraan yang paling modern pada zamannya.

Kedua, setelah Nabi wafat, tribalisme kembali muncul. Khulafaur Rasyiddin, dan pertimbangannya seluruhnya soal suku. Pada saat itu konsep Nubuwwah, berjalan. Antara otoritas politik dan agama menjadi satu. Tetapi dalam kenyatannya, tafsir politik yang masuk ke dalam ruang agama, telah membawa tragedi.

Selain Abu bakar, semuanya terbunuh (dibunuh). Bahkan warisan tribalisme yang bernaung dalam sistem khilafah yang membawa darah, sampai pada dinasti Abbasiyyah Al-Muthasim. Kini diulang kembali oleh ISIS yang penuh darah, dengan klaim cita-cita menegakkan khilafah.

Ketiga, jika bisa disebut ada kejayaan pada abad ketujuh, sistem khilafah juga tidak tunggal. Dan tetap berangkat dari neo-tribalisme.

Keempat, dalam konsep imamah, yang mencoba diberi arti dengan konsep Nubuwwah, yang intinya, fungsi kenabian itu, meskipun tidak maksum, tetapi dalam kenyataanya sangat rentan terhadap totalitarianisme. Syari’ah yang ingin ditetapkan adalah debatable. Karena itu tidak mengherankan, antara Sunni dan Syiah di Irak atau Syuriah, saling membunuh, dan mengklaim yang paling Islami. Persis pada zaman 4 khalifah sesudah Nabi.

Kelima, dalam sistem khilafah yang majemuk itu memang banyak sekali konsep-konsep yang serupa dengan sistem modern. Misalnya model sistem pemilihan pemimpin yang digunakan NU saat di Jombang kemarin, yang meringkas inefisiensi demokrasi dengan sistem Ahlul halli wal aqdi, yang juga pernah diwacanakan: bagaimana jika untuk memilih kepala daerah menggunakan sistem ini. Dipilih oleh DPRD. Tidak usah langsung oleh rakyat. Apa yang ingin saya tegaskan di sini, ada elemen-elemen positif dalam gagasan khilafah.

Tetapi secara keseluruhan, saya menyebut ini a-historis bagi bangsa Indonesia. Kita ini negara yang plural, mutikultural, yang sangat heterogen. Jika tidak memiliki rumusan kebutuhan bersama (common paltform), konflik akan datang dan pergi seperti cerita arab spring yang sekarang.

Pancasila merupakan yang di dalamnya terdapat kredo “bukan negara agama dan bukan pula negara sekuler”, adalah yang paling historis bagi bangsa Indonesia. Semua warga negara, tanpa membedakan agama dan suku, memperoleh hak kesetaraan yang sama dsb.

Bagi saya, apa yang diperagakan Nabi, dalam piagam Madinah sangat menginspasi model Pancasila yang sekarang. Sayangnya, Pancasila cenderung menjadi jargon dan tidak menjadi filter kebijakan negara yang cenderung neo-lib.

Pada akhirnya, saya menyutujui pendapat yang mengatakan HTI cenderung beromantisasi dengan masa lalu (abad ketujuh) dan tidak punya konsep tentang masa depan, yang saya anggap bertentangan dengan kaidah Shalih likulli zaman wal makan. Islam harus ditafsirkan dan ditakwilkan dalam menghadapi perubahan zaman. Di sinilah letak universalitas nilai-nilai Islam, yang sangat memungkinkan untuk ditampilkan sebagai Rahmatan lil ‘alamin.

Selanjutnya, mengenai pandangan demokratisasi yang dianggap sebagai proyek ambisius barat, dalam meneguhkan hegemoninya atas dunia timur yang selalu mengaitkan bahaya khilafah dengan ISIS. Mungkin benar. Barat terkesan lebay dalam melihat alternatif konsep tentang khilafah dan mempertontonkan kegagalan ISIS sebagai kegagalan khilafah, misalnya. Tetapi, bukankah kita tidak mendefinisikan khilafah melalui kacamata barat.

Saya mencoba mengimajinasikan masa lalu, yang meng-sengketakan syari’ah, sebagai tafsir, misalnya, sangat problematis bagi kebebasan beragama. Rumitnya klaim dalam persengketaan syari’ah, antara model, Sunni, Syi’ah, Wahabi, Ikhwan, dsb. telah cukup menjadi preseden, bahwa khilafah problematis secara sosiologis.

Dalam bukti yang sekarang saja, jika kita setuju indeks negara Islami, ala Abduh, justru jatuh pada negara-negara non-muslim. Seperti, Selandia baru, dan negara-negara Nordic. Sejak Abduh memuji Prancis dan kecewa dengan Mesir, persoalan wadah menjadi layak dipersoalkan.

Membayangkan khilafah pada akhirnya seperti imajinasi komunisme milik Karl Marx. Uptopis alias ahistoris. Persis dengan komunis yang penuh kriteria ideal, tetapi ambruk dalam tataran praktis. Bagi saya, ideologi menjadi relevan untuk dikontestasikan jika sudah ada verifikasi dan falsifikasi yang diaktualisasikan dalam dunia yang konkret.

Di atas segalanya, saya menganggap model khilafah intinya adalah Islamisme. Bagian dari politisasi agama. Yang sangat rentan untuk mengatas namakan Tuhan untuk legitimasi otoritarian, seperti yang terjadi di negara-negara di semenanjung Arab sekarang.

Dalam faktanya, dari 54 negara muslim, tidak satu pun yang memberikan kebebasan pada rakyatnya. Satu-satunya yang masih diharapkan berpeluang untuk mendekati dengan cita-cita Islam Rahmatan lil ‘alamin, hanya Indonesia. Wong kita dikagumi banyak kalangan, kenapa kita harus berguru dengan Arab yang amburadul. Arablah yang mesti berguru dengan Indonesia. Demikian juga, Demokrasi sebagai buah pemikiran yang sekuler, dengan segala cacatnya akan mudah dikoreksi kapan saja, di mana saja, tanpa beban kesucian.

Khilafah yang selalu mengatas namakan Tuhan, akan mudah teperosok pada gejala subtansionalistik, yang meletakkan agama dengan harga bandrol, yang hanya menghakimi realitas dan mudah kehilangan peluang sebagai inisiator perubahan. Indikator kecilnya, negaranya terbelakang, minim sekali prestasi dalam iptek, hampir tidak ada pemenang nobelnya dalam sektor ini, kecuali Abdul Salam, pengikut Ahmadiyah yang menjadi korban pemutlakan tafsir.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2Pt62Lk
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Tahun-tahun politik semakin dekat. Tetapi kita tidak bisa memungkiri bahwa keadaan rakyat Indonesia jauh dari kata siap. Mereka belum dewa...

Korbankan Integrasi demi Menyembah Simbol

Tahun-tahun politik semakin dekat. Tetapi kita tidak bisa memungkiri bahwa keadaan rakyat Indonesia jauh dari kata siap. Mereka belum dewasa benar menghadapi gejolak-gejolak politik dan sosial yang marak di masyarakat. Sikap fanatisme yang berlebihan terhadap golongan politik tertentu membuat mereka tidak bisa lagi menyaring konflik sosial yang ada dan menjadi bulan-bulanan dari ancaman disintegrasi.

Kasus-kasus dari bidang lain juga ikut terseret dalam konflik regional. Tak hanya sosial dan politik, bidang agama, ekonomi, pendidikan, dan lain-lain, juga dijadikan umpan oleh kelompok tertentu yang ingin memancing konflik. Mereka menginginkan konflik terjadi hanya untuk menunjukkan kelemahan lawan politik lalu dengan sendirinya masyarakat memiliki opini yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh oknum tersebut.

Masyarakat akan beropini bahwa partai politik tersebut salah dan partai inilah yang benar. Goal yang diinginkan akan cepat terwujud apabila masyarakat memiliki sumbu yang pendek dan mudah percaya pada informasi yang kabur, alias tidak jelas kebenaran fakta yang dimiliki oleh isu tersebut.

Masyarakat Indonesia tampaknya mengalami cobaan yang lumayan berat saat ini. TV Indonesia ramai-ramai memberitakan perihal bendera tauhid yang dibakar oleh banser NU saat perayaan hari santri nasional. Sontak, berbagai tudingan dilayangkan dari berbagai pihak yang mengaku murka dengan perbuatan tersebut.

Mereka beranggapan bahwa pembakaran tersebut merupakan hal yang tak pantas karena dalam bendera tertulis kalimat tauhid yang dimuliakan umat muslim. Lalu, tanpa memandang nilai-nilai sebagai manusia bermoral, mereka menuduh kafir, penistaan agama, darah halal, dan lain-lain.

Tudingan yang tanpa berdasar tersebut mendidihkan emosi masyarakat yang mudah percaya. Tetapi tanpa mereka sadari, perbuatan mengutuk dan menuduh kafir membuktikan bahwa mereka adalah sebatas penyembah simbol.

Kalimat tauhid tidak boleh dibatasi hanya dengan bendera hitam dan kalimat yang diucapkan ketika salat maupun doa, melainkan juga harus diresapi maknanya dalam hati lalu tercermin dari dirinya sebagai manusia yang beragama. Kalimat tauhid tidak akan hilang dari muka bumi bila telah hilang satu bendera, selama masih ada manusia yang menanam subur makna tauhid itu sendiri di dalam hati.

Mengenai peristiwa tersebut, beberapa klarifikasi dilayangkan dari berbagai pihak. Pihak NU mengatakan bahwa bendera yang dibakar tersebut adalah bendera milik HTI. Seperti yang kita ketahui, HTI adalah organisasi yang dibubarkan pemerintah dan dinyatakan terlarang sejak Juli 2017 lalu. Namun, alasan tersebut kurang mampu menyakinkan masyarakat dan membuahkan kritik dan ancaman dari berbagai pihak.

Setiap konflik yang muncul secara sporadik selalu menunai perhatian dari kalangan masyarakat. Baik masyarakat yang bijak menghadapinya atau masyarakat yang mudah tersulut dengan isu. Tapi, apabila Indonesia lebih banyak dihuni oleh orang yang tak bisa menggunakan akalnya dengan bijak, maka Indonesia akan  tinggal menunggu waktu untuk mengalami kehancuran.

Setiap konflik selalu dicari siapa yang bertanggung jawab, lalu mengarah pada pemimpin yang memangku pemerintahan saat itu, tanpa ikut memikirkan solusi dan jalan keluar permasalahan tersebut. Rakyat tak puas, lalu menuntut agar presiden diganti saja. Lalu ada masalah lagi dan rakyat terlalu cepat memutuskan untuk mengganti pemimpin.

Keadaan tersebut akan terulang lagi seterusnya hingga Indonesia dikepalai oleh presiden baru yang tak cakap. Hingga saat itu tiba, rakyat hanya bisa membandingkan presiden mereka saat itu dengan mantan presiden terdahulu.

Penulis juga turut menyesalkan tindakan pembakaran bendera tauhid yang diklaim sebagai bendera HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Bendera HTI secara fisik mengandung simbol yang universal dan diakui setiap muslim, terletak pada bacaan laillahailallah. Secara langsung maupun tidak langsung, hal tersebut melukai umat Islam di seluruh dunia, terlebih di Indonesia sendiri. 

Tetapi, penulis lebih menyayangkan reaksi masyarakat Indonesia yang cenderung berlebihan dan mengesampingkan persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia memiliki keberagaman yang majemuk. Tak hanya Islam, Indonesia juga memiliki pemeluk agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan bahkan agama yang belum tercantum sebagai agama yang diakui undang-undang.

Islam pun memiliki banyak aliran yang memiliki inti yang sama dari ajaran tauhid, mengaku bahwa tiada tuhan selain Allah. Keadaan tersebut gampang untuk diadu-domba oleh kalangan tertentu yang tidak menginginkan integrasi terwujud. Maka, upaya pemecah belah bangsa Indonesia sangat terkutuk dan tidak bermoral, bagaimanapun bentuknya.

Penulis :  Dewa Chandra



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2RmwT9b
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Waka Polda Jatim Brigjen Muhammad Iqbal SIK MH  menghadiri pembukaan ” Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Kapolda Cup 2018 Polres Gresik Jamiyy...

Wakapolda Jatim Hadiri Pembukaan MTQ di Polres Gresik

Waka Polda Jatim Brigjen Muhammad Iqbal SIK MH  menghadiri pembukaan ” Musabaqoh Tilawatil Quran (MTQ) Kapolda Cup 2018 Polres Gresik Jamiyyatul Qurra Wal Huffazh”. Kegiatan ini berlangsung  di Mapolres Gresik, Jumat (26/10/2018) sekitar pukul 19.00 WIB.

Hadir pula Pejabat Utama Polda Jatim, Kapolres Gresik, Unsur Forkopimda Gresik, para pejabat polres Gresik, Kapolsek jajaran Polres Gresik, pejabat NU Pusat , Ketua PWNU Jatim, para Alim Ulama wilayah Gresik serta para peserta lomba Tilawatil Qur’an.

Acara diawali doa iftitah yang dipimpin oleh KH Nur, dilanjutkan pembacaan ayat suci Al Quran oleh  Hajah Nur Khoiriyah, lagu ind  Nikmatul karimah.

KH Zainul Arifin  berterima kasih kepada Waka Polda Jatim Brigjen Muhammad Iqbal, dan Kapolres Gresik AKBP Wahyu Bontoro yang telah menfasilitasi acara ini dan kami hormati juga  pejabat atau Pengurus NU Pusat dan Daerah yang hadir dalam acara ini.

“ Saya harap kegiatan seperti ini tidak hanya di Gresik tapi bisa dilaksanakan di tempat lain di Jatim. NU selama ini telah bersinergi dengan aparat Kepolisian dengan baik,” ujarnya.

Acara berikutnya dilanjutkan dengan pembacaan susunan Dewan Hakim dalam panitia lomba dan dilakukan pelantikan serta sumpah.

Sedang KH Marzuki Muztamar mengatakan, penting meningkatkan meningkatkan bacaan Quran. Semoga dengan bagusnya bacaan Quran, maka orang lain akan mendapatkan hidayah, ini merupakan menjalankan sunah Rosul.

Semoga Jatim tetap aman dan menjadi barometer Nasional. NU juga telah menanamkan nilai cinta Tanah Air sekaligus merupakan sunah Rosul. Semoga Polda Jatim lain kali juga akan melakukan lomba hubbul Quran, hubbul Waton jajaran NU siap bekerja sama.

Apabila para Ulama dan Umara saling mengisi kekurangan tentu negara ini dalam keadaan aman dan makmur.

Sementara Waka Polda Jatim Brigjen M Iqbal mengatakan, suasana yang guyub ini berkat doa para  alim ulama. Ini  merupakan kreatifitas yang sekian kalinya digagas olah Kapolres Gresik. Dan kejadian di Garut menjadi momentum untuk meningkatkan wawasan kebangsaan dan sekaligus wawasan keagamaan, terutama dalam tahun politik saat ini.

“Saya optimis Jatim tetap aman dalam menjalankan pesta demokrasi ini dan tentunya dibarengi dengan usaha yang maksimal,” kata Brigjen M Iqbal.

Setelah memberi sambutan, dilanjutkan  Waka Polda Jatim melakukan pembukaan lomba MTQ  piala Kapolda Jatim



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2Sje2x4
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Fakta Sejarah Benturan NU Dengan Ormas/Orpol (Subversif) 1. NU dengan Masyumi, yang bubar Masyumi 2. NU dengan PKI, yg bubar PKI 3. NU de...

Fakta Dan Sejarah Perjuangan NU Dan Benturan NU dengan Ormas Subversif

Fakta Sejarah Benturan NU Dengan Ormas/Orpol (Subversif)

1. NU dengan Masyumi, yang bubar Masyumi
2. NU dengan PKI, yg bubar PKI
3. NU dengan PRRI/Permesta, yg bubar PRRI Permesta
4. NU dengan DI/TII, yg bubar DI/TII
5. NU dengan NII, yg bubar NII
6. NU dengan Gafatar, yg bubar Gafatar
7. NU dengan JI, yg bubar JI
8. NU dengan JAT, yg bubar JAT
9. NU dengan HTI, yg bubar HTI


Masih Tidak Yakin Kalau NU Sebagai Penjaga Negara dan Agama….??
Masih Berani Benturan Dengan NU….??
Tidak riya’, hanya mempertegas kalau NU itu betul2 keramat…
ANDA DIBUBARKAN? UMAT YANG MINTA!
1. Siapa yang pasang badan ketika Makam Rasulullah mau dimusnahkan pemerintah Arab Saudi yg Wahabi ?
Jawabannya: NU, melalui Komite Hijaz yang dibentuk HadratusSyech KH.Hasyim Asy’ari dengan mengutus KH.Wahab Chasbullah.
2. Siapa yang berjuang menumpas penjajah Jepang?
Jawabannya: NU, melalui barisan Hizbullah dan lainnya.
3. Siapa yang membumikan nama Indonesia dan mengusulkan Ir. Soekarno sebagai pemimpin?
Jawabannya: NU, melalui muktamar Banjarmasi sebelum kemerdekaan.
4. Siapa yang berijtihad bahwa Indonesia adalah negara Darussalam yang harus diperjuangkan?
Jawabannya: NU, melalui Bahtsul Masail dipenghujung tahun 1930-an.
5. Siapa yang mengeluarkan resolusi Jihad?
Jawabannya: NU, melalui fatwa Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari tanggal 22 Oktober. Memicu kejadian bersejarah tanggal 10 November.
6. Siapa yang menengahi perseteruan Nasionalis dan Islamis saat membuat dasar negara?
Jawabannya: NU, melalui sosok KH. Wahid Hasyim yang saat itu mengambil lima intisari Piagam Madinah.
7. Siapa yang meminta negara tetap mengayomi umat Islam pasca penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Pancasila?
Jawabannya: NU, tatkala KH. Wahid Hasyim meminta dibentuk Departemen Agama.
8. Siapa yang dulu menetralisir kebijakan berbau komunisnya Bung Karno?
Jawabannya: NU, saat Kyai Wahab secara gesit masuk dalam barisan Nasakom untuk menghadang PKI mempengaruhi Soekarno.
9. Siapa yang menjaga keutuhan negara dan ikut bertempur saat Komunis melajalela?
Jawabannya: NU, melalui santri pondok dan barisan Pagar Nusa. Sebab waktu itu sasarannya adalah Kyai pondok.
10. Siapa yang berijtihad saat asas tunggal diberlakukan negara?
Jawabannya: NU, dimasa Kyai Ahmad Siddiq secara gesit menerima asas tunggal Pancasila dengan dalil-dalil sharih.
11. Siapa yang meminta pemerintah mengayomi seluruh ormas Islam di Indonesia?
Jawabannya: NU, melalui sosok KH. Ibrahim Hosen (ayahnya Gus Nadirsyah Hosen yang dituduh syiah, liberal, anti-Islam, wa akhawatuha itu) melalui usulan dibentuknya MUI.
Beliau juga yang meletakkan dasar-dasar ijtihad ijtima’i ala NU dalam tubuh MUI.
Sekelompok orang yang organisasinya dibubarkan berteriak lantang, “negara jangan semena-mena membubarkan kami, ingat, umat Islamlah yang memperjuangkan negara ini dari masa ke masa!!”



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2PmfYX0
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Nih 5 Potret Muslimah Cantik di Negara Minoritas Islam

0 coment�rios:

Kapolda Banten Brigjen Pol Teddy Minahasa Putra mendatangi kiai dan ulama sepuh se-Banten di Kawasan Kesultanan Banten Lama. Ia menjelaskan ...

Kapolda Banten ke Tokoh Islam: Yang Dibakar di Garut Merupakan Bendera HTI

Kapolda Banten Brigjen Pol Teddy Minahasa Putra mendatangi kiai dan ulama sepuh se-Banten di Kawasan Kesultanan Banten Lama. Ia menjelaskan bahwa peristiwa pembakaran bendera dengan kalimat tauhid di Garut adalah bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

“Berdasarkan hasil pemeriksaan, Wallahi, Demi Allah bahwa itu adalah bendera HTI,” kata Teddy Minahasa di kediaman kiai Tb Ahmad Syadzili Wasi, Kasemen, Kota Serang, Banten, Jumat (26/10/2018).

Kepolisian meyakini bahwa bendera yang dibakar adalah milik HTI berdasarkan hasil pemeriksan kepolisian. Ia tidak ingin akibat peristiwa tersebut bergejolak sehingga mengancam persatuan umat.

“Saya tegas bahwa yang dibakar di Garut itu bukan bendera tauhid. Itu bisa dipastikan dari pemeriksaan, saksi, pelaku yang mengibarkan bahwa itu adalah bendera HTI,” tegasnya.

Menurutnya, HTI merupakan organisasi yang dilarang di Indonesia. Bukan hanya menurut kepolisian, ulama pun menurutnya menganggap bahwa HTI berbahaya bagi persatuan bangsa.

“Bangsa ini dibangun dibesarkan atas kesepakatan ulama, ada paham lain, ideologi lain yang ingin merubah Pancasila itu jadi ancaman terbesar Indonesia,” ujarnya.

Ia mensinyalir, yang digelorakan dalam perang opini akibat peristwa di Garut adalah untuk menyulut umat. Ini dibuktikan dengan banyaknya reaksi yang muncul akibat peristiwa tersebut.

Sementara, dalam pertemuan tersebut, Ketua MUI Banten A.M Romli mengatakan umat Islam mesti tetap menjaga persatuan. Umat menurutnya jangan terpancing dan tetap berkepala dingin atas peristriwa tersebut. Kesatuan umat yang diwariskan ulama terdahulu mesti dipertahankan.

“Mari jaga ukhwah, jangan terpancing supaya ulama dan umat Islam tidak putus sehingga terjadi kelompok A dan B,” tegasnya.

Tokoh sekaligus ulama Banten Embay Mulya Syarief pun menanggapi bahwa umat Islam di Banten agar tidak terprovokasi sehingga terjadi perpecahan. Menurutnya, ada skenario besar yang ingin menjadikan Indonesia seperti peperangan di Afghanistan atau peristiwa Arab Spring.

“Mereka membuat isu di masalah SARA. Kalau tidak segera kita sepakati melebar. Mudah-mudahan kita sadar bahwa sekarang kita diskenariokan seperti di Afghanistan. Kita hawatir seperti Arab Spring,” katanya.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2OPgE7H
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Ulama se-Banten menyepakati bendera yang dibakar di Garut adalah bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI ). Di depan Masjid Agung Banten...

Ulama se-Banten Sepakati bendera yang dibakar di Garut adalah bendera milik HTI

Ulama se-Banten menyepakati bendera yang dibakar di Garut adalah bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Di depan Masjid Agung Banten, tempat Sultan Maulana Hasanuddin dimakamkan, para ulama berjanji tak terprovokasi akibat peristiwa tersebut.

Para ulama itu, antara lain Ketua MUI Banten AM Romli, Kiai Matin Syarqawi, Kiai kharismatik Abuya Muhtadi, tokoh pendiri sekaligus ulama Banten Embay Mulya Syarief, dan para pengurus MUI kabupaten/kota, menyepakati tiga hal.

Pertama, bendera yang dibakar di Garut milik HTI, yang keberadaannya sudah dilarang di Indonesia. Kedua, para ulama di Banten mengajak sesama umat Islam menahan diri dan tidak terprovokasi peristiwa tersebut.

“Kepada umat muslim di Indonesia agar saling menahan diri dan tidak terprovokasi,” kata AM Romli, yang diikuti puluhan ulama di Kasemen, Kota Serang, Banten, Jumat (26/10/2018).

Ketiga, para ulama di Banten juga mengajak semua orang berkomitmen menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Ulama meminta warga berkomitmen pada situasi yang aman dan kondusif.

Seusai deklarasi, AM Romli mengatakan ia tidak meragukan bendera yang dibakar di Garut milik HTI. Ia mengimbau masyarakat tidak terpancing usaha mengadu domba umat Islam.

“Kita harus jaga NKRI sebagai warisan ulama. Setiap usaha yang akan melenyapkan NKRI pasti kiai santri tampil lagi,” tegasnya.

Hal serupa disampaikan Ketua MUI Kabupaten Serang Rahmat Fathoni. Katanya, HTI banyak dilarang di negara lain, tapi di Indonesia berkembang karena mereka ingin menyebarkan paham radikal. Ia menolak gerakan HTI yang akan mengubah NKRI.

“Warga negara Indonesia banyak suku bangsa tapi bersatu. Ini nikmat dari Allah, nikmat keamanan negara. Kami tetap akan mempertahankan bahwa negara NKRI adalah harga mati dan siapa saja yang akan mengubah negara, akan kita tolak,” tegasnya.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2Pr3jlq
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Massa Aksi Bela Tauhid mendatangi Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Jakarta Pusat, Jumat (26/10...

Dalam Aksi Bela Tauhid, Pendemo Tuntut Bubarkan Banser

Massa Aksi Bela Tauhid mendatangi Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Jakarta Pusat, Jumat (26/10/2018).

Awalnya, mereka berkumpul di kawasan Patung Kuda kemudian berjalan menuju kantor Menko Polhukam di Jalan Merdeka Barat. Pemantauan Poskotanews, unjuk rasa diikuti kaum pria, wanita, hingga anak-anak. Mereka mengenakan atribut yang bertuliskan kalimat tauhid.

Ada yang membawa bendera bertuliskan kalimat tauhid, ada pula yang mengenakan syal yang bertuliskan kalimat yang sama. Banhkan, beberapa di antaranya juga memgang spanduk bertuliskan ‘Bubarkan Banser’.

Pengunjuk rasa akan meminta Menko Polhukam, Wiranto, memerintahkan kepada jajaran kepolisian untuk mengusut tuntas kasus pembakaran bendera tauhid yang dilakukan tiga orang yang diduga sebagai anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdatul Ulama (NU) Garut, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Tak hanya itu, mereka juga meminta pemerintah untuk membubarkan Banser.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2ShZa1Y
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

  Tidak banyak yang tahu kalau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah menyiapkan Undang-undang Dasar (UUD) Negara Khilafah, mereka sudah memut...

Membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Bagian I  

 

Tidak banyak yang tahu kalau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah menyiapkan Undang-undang Dasar (UUD) Negara Khilafah, mereka sudah memutuskan bentuk negara, sistem pemerintahan, perangkat dan aparat negara dan pemerintahan yang jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

UUD Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir sudah diresmikan oleh Hizbut Tahrir Internasional, sebagai pusat partai politik internasional ini.

Tulisan ini akan mengulas dan membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir bersumber dari kitab-kitab utama mereka yang disebut “mutabanni” (kitab adopsian).

Namun sebelumnya saya ingin mengapresiasi siapa pun yang telah ikut menyebarkan tulisan saya sebelum ini “Membungkam Jubir Hizbut Tahrir, HTI di Pengadilan” baik menyebarkan melalui website, WA, facebook, twitter, instagram dll nya. Semoga usaha kita ini dicatat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt sebagai bentuk kecintaan kita pada Ibu Pertiwi, Indonesia yang kini dirongrong oleh sebuah partai politik internasional yang ingin mengubah Republik Indonesia menjadi Negara Khilafah. Saya pun berharap bagi semua warga negara Indonesia khususnya kaum Muslimin yang terpanggil “hubbul wathan minal iman” (mencintai tanah air adalah bagian dari iman Islam), ikut menyebarkan tulisan saya ini dan tulisan-tulisan saya berikutnya. Terima kasih! Jazakumullah!

Dalam membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir saya berdasarkan 3 buku utama mereka dan 1 buku Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia.

3 buku utama mereka adalah:

1. Buku Nidzamul Islam, karya pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani, yang merupakan buku sentran ideologi dan gerakan Hizbut Tahrir, karena buku-buku selanjutnya Hizbut Tahrir hanyalah penjelasan atas buku ini (tidak ada penambahan, apalagi koreksi! Karya-karya Taqiyudin bagi Hizbut Tahrir bersifat mutlak, tidak boleh seorang pun di kemudian hari menambahkan, apalagi mengoreksi, meskipun itu Amir/Pemimpin Tertinggi Pengganti Taqiyudin. Misalnya Abdul Qadim Zallum, Pengganti setelah Taqiyudin menulis kitab yang merupakan penjabaran atas buku “Nidzamul Islam” Taqiyudin diberi judul “Nidzamul Hukmi fil Islam”, sementara Atha Abu Ar-Rasytah pengganti Abdul Qadim Zallum di eranya menjabarkan “UUD Negara Khilafah” yang sudah ditulis oleh Taqiyudin dalam “Nidzamul Islam” dengan menerbitkan sebuah buku “Ajhizatu Dawlah Al-Khilafah” yang merupakan “blueprint” Bentuk dan Sistem pemerintahan dan  Administrasi Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir.

2. Buku “Ajhizatu Dawlah Al-Khilafah” yang sudah disinggung di atas, yang ditulis dan diterbitkan pada era Amir Ketiga Hizbut Tahrir Internasional, Atha Abu Ar-Rasytah pada tahun 2005, tapi sebenarnya merujuk dan menjabarkan pada UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir yang sudah ditulis Taqiyudin pada tahun 1953.

3. Buku “Ta’rif Hizbut Tahrir”, buku tentang, statuta, definisi Hizbut Tahrir yang resmi dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir Internasional, yang ditetapkan 15 Jumadal Ula 1431 H/29 Naisan (April) 2010 dan termasuk dalam daftar buku-buku utama (mutabanni) Hizbut Tahrir.

4. Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia tahun 2009, penggunaan istilah Manufesto oleh Hizbut Tahrir ini menarik, mengingatkan kita pada Manifesto Komunis yang ditulis oleh Karl Marx dan Friedrich Engels (1848). Saya sebagai saksi fakta yang dihadirkan di Pengadilan 8 Maret 2018 sebenarnya ingin menyinggung hal ini, tapi karena saya tidak boleh berpendapat, saya hanya boleh bersaksi atas apa yang saya lihat, dengar, ketahui dan alami, kalau pendapat merupakan wewenang saksi ahli, namun dalam kesempatan ini izinkan saya memfokuskan bahwa Hizbut Tahrir memiliki persamaan yang jelas dengan bentuk, struktur dan jaringan Komunis Internasional yang biasa disingkat Komintern.

Penggunaan kata Manifesto adalah bukti yang utama, Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia dan Manifesto Komunis, seperti halnya Komunisme Internasional, Hizbut Tahrir adalah partai politik internasional, sama-sama memperjuangkan satu asas, satu bentuk negara, dan tunduk pada kepemimpinan internasional.

Namun soal kesamaan Hizbut Tahrir dengan Komunisme Internasional saya akan ulas di tulisan yang berbeda, dalam tulisan ini saya mau fokus pada masalah membongkar UUD

Negara Khilafah Hizbut Tahrir.

Sebelum saya mengulas UUD dan Bentuk Negara Khilafah Hizbut Tahrir, saya mengajak anda untuk mengingat kembali apa itu Hizbut Tahrir dan apa tujuannya:

Hizbut Tahrir adalah partai politik yang ideologinya adalah Islam. Politik aktivitasnya, Islam ideologinya, dan ia beraktivitas di antara umat dan bersamanya untuk menjadikan Islam sebagai topik utama, serta memimpin ummat untuk mengembalikan Khilafah dan hukum yang diturunkan oleh Allah.

Hizbut Tahrir adalah organisasi politik, bukan organisasi spiritual (seperti tarekat), bukan organisasi ilmiah/akademik (srt lembaga riset), bukan organisasi pengajaran (sprt madrasah, universitas, sekolah), bukan organisasi sosial kemasyarakatan (yg melayani sosial, ekonomi, pendidikan dan kemaslahatan masyarakat).

(Ini halaman 4 dari buku Ta’rif (Definisi Hizbut Tahriri) yang dikeluarkan resmi oleh Hizbut Tahrir internasional, 29 Naisan (April) 2010.)

Intinya: Hizbut Tahrir adalah PARTAI POLITIK Internasional, bukan Ormas, bukan lembaga pendidikan, bukan lembaga spiritual keagamaan, dst dan tujuannya: MENDIRIKAN NEGARA KHILAFAH

UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir Bertentangan dan Menolak UUD 1945!

UUD Negara Khilafah dan Bentuk Negara Khilafah sudah diputuskan dan ditulis oleh Pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani sejak tahun 1953 dalam buku yang ia tulis “Nidzamul Islam” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “Peraturan Hidup dalam Islam”.

UUD Negara Khilafah dalam buku ini berisi 191 Pasal, yang tujuannya membangun sebuahnegara agama yang mutlak dikendalikan oleh seorang pemimpin tertinggi dengan kewenangan yang absolut yang disebut Khalifah. Dalam UUD ini tidak ada pembagian kewenangan eksekutif, yudikatif dan legislatif, karena kewenangan ini semuanya ada di tangan Khalifah, dia tidak punya masa jabatan, punya hak melegislasi UU, mengangkat hakim-hakim peradilan.

Pasal 1 disebutkan: “Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan akidah Islam.”

Pasal 2 membagi dua jenis negara menjadi 2 saja: Negara Islam dan Negara Kafir, dan buku Ta’rif Hizbut Tahrir disebutkan: tidak ada satu pun negara di dunia saat ini yang bisa disebut Negara Islam, semuanya Negara Kafir meskipun penduduknya mayoritas muslim, karena menjalankan Hukum Kafir(termasuk Indonesia) ini di halaman: 14 dan 95.

Pasal 3, menyebutkan Khalifah, sebagai pemimpin tertinggi juga punya kewenangan legislasi mutlak: “Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang- undang negara. Undang-undang dasar dan undang-undang yang telah disahkan oleh Khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun batin.”—Dari perseptif UUD negara Indonesia, Khalifah ini menjadi Presiden sekaligus menjadi DPR yang punya hak membuat dan mengesahkan UU.

Pasal 7, Syariat Islam berlaku baik untuk muslim dan non muslim: “Negara memberlakukan syariah Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan (Khilafah) Islam, baik Muslim maupun non-Muslim”

Pasal 8 menegaskan Bahasa Arab adalah bahasa resmi Negara Khilafah Hizbut Tahrir—meski banyak sekali elit-elit Hizbut Tahrir di Indonesia—apalagi pengikutnya—yang tidak bisa bahasa Arab. “Pasal 8 Bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa Islam, dan satu-satunya bahasa resmi yang digunakan negara.”

Pasal 11 tugas pokok negara adalah dakwah Islam, bukan “untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” seperti dalam Pembukaan UUD 1945, kalau Negara Khilafah tegak, maka ormas keagamaan kemasyarakat seperti NU, Muhammadiyah, Persis dll akan bubar karena tugasnya dakwah Islam sudah diambil Negara Khilafah. “Pasal 11: Mengemban da’wah Islam adalah tugas pokok negara.”

Kekuasan pemerintahan hanya diperuntukkanuntuk kalangan laki-laki saja: “Pasal 19:Tidak dibenarkan seorang pun berkuasa atau menduduki jabatan apa saja yang berkaitan dengan kekuasaan, kecuali orang itu laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan dan beragama Islam.”

Meskipun partai politik diperbolehkan didirikan di Negara Khilafah tapi mutlak harus berdasarkan Islam, dan segala jenis perkumpulan yang tidak berdasarkan Islam dilarang secara mutlkak. “Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam.” (Pasal 21).

Dalam Struktur Negara ditetapkan hanya 13 (tidak boleh ditambah atau dikurangi karena ini sudah keputusan mutlak Taqiyudin An-Nabhani) dan TIDAK ADA PENDIDIKAN dan lembaga Peradilan (Yudikatif) di bawah kekuasaan Khalifah:

“Pasal 23

Struktur negara terdiri atas tiga belas bagian:

a. Khalifah
b. Mu’awin Tafwidl
c. Mu’awin Tanfidz d. Al-Wulat
e. Amirul Jihad
f. Keamanan Dalam Negeri
g. Urusan Luar Negeri
h. Perindustrian
i. Al-Qadla
j. Kemaslahatan Umat
k. Baitul Mal
l. Penerangan
m. Majlis Umat (Musyawarah dan Muhasabah).”

Jadi anda akan membayangkan Khalifah dalam Negara Khilafah ini adalah Presiden sekaligus  Ketua MPR dan DPR, Ketua MA, Ketua MK, Ketua KPK, dan semua kewenangan yang terpusat pada satu orang: Khalifah!

Pasal 26, hak memilih Khalifah hanya milik muslim saja, NON-MUSLIM TIDAK PUNYA HAK MEMILIH, apalagi dipilih.

Setelah Khalifah diba’at dan dianggap sah, maka kaum muslim yang lain dipaksa untuk berbai’at. “Setiap orang yang menolak dan memecahbelah persatuan kaum Muslim, dipaksa untuk berbaiat.” (Pasal 27).

Pasal 36 menegaskan wewenang Khalifah baik sebagai Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, sekaligus sebagai Panglima Tertinggi Militer yang memiliki kekuasaan absolut, mutlak, dan setralistik.

“Pasal 36 Khalifah memiliki wewenang sebagai berikut:
a. Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ yang diperlukan untuk memelihara urusan-urusan umat, yang digali dengan ijtihad yang sahih dari kitabullah dan sunah rasul-Nya, sehingga menjadi perundang-undangan yang wajib ditaati dan tidak boleh dilanggar.

b. Dialah yang bertanggung jawab terhadap politik negara, baik dalam maupun luar negeri. Dialah yang memegang kepemimpinan militer. Dia berhak mengumumkan perang, mengikat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh perjanjian lainnya.

c. Dialah yang berhak menerima atau menolak duta-duta negara asing. Dia juga yang berhak menentukan dan memberhentikan duta kaum Muslim.

d. Dialah yang menentukan dan memberhentikan para Mu’awin dan para Wali, dan mereka semua bertanggung jawab kepada Khalifah sebagaimana mereka juga bertanggung jawab kepada Majelis Umat.

e. Dialah yang menentukan dan memberhentikan Qadli Qudlat (Hakim Agung)

f. Dialah yangmenentukanhukum-hukumsyara’ yang berhubungan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara. Dia pula yang menentukan rincian nilai APBN, pemasukan maupun pengeluarannya.”

Masa jabatan Khalifah tidak terbatas, hal ini ditegaskan dalam Pasal 39 “Tidak ada batas waktu bagi jabatan Khalifah. Selama mampu mempertahankan dan melaksanakan hukum syara’, serta mampu menjalankan tugas-tugas negara, ia tetap menjabat sebagai Khalifah”

Demikian ulasan tentang UUD Negara Khilafah yang telah ditetapkan oleh Hizbut Tahrir Internasional sejak tahun 1953, apabila anda tertarik untuk membaca lebih lanjut silakan unduh buku

Nidzamul Islam (Arab) https://ift.tt/2RdFbQL

Nidzamul Islam, The System of Islam (english) https://ift.tt/2Auq3sH

Dari bacaan di atas maka UUD Negara Khilafah tidak lebih sebagai:

1. Negara Agama, Negara Islam yang bersifat mutlak, tidak boleh ada partai dan perkumpulan apapun yang berdasarkan selain Islam

2. Khalifah memiliki wewenang yang absolut, mutlak dan sentralistik, kalau kita bandingkan pada sistem pemerintahan saat ini, seorang Khalifah itu sebagai Presiden, MPR dan DPR, MA, MK, KPK dll semua kekuasaan dan kewenangan berpusat pada dirinya, ditambah lagi tidak ada masa jabatan bagi seorang Khalifah.

Untuk ulasan lain terkait Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan, serta Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) akan saya ulas dalam tulisan berikutnya.

Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Thariq

Mohamad Guntur Romli

*Mohon bantu menyebarkan tulisan ini agar warga negara Indonesia, khususnya kaum Muslimin tidak tertipu oleh propaganda Partai Politik Internasional bernama Hizbut Tahrir yang aktivitasnya adalah politik bukan dakwah Islam, dan tujuannya mendirikan Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2RhBVnw
via Muslim Sejati

0 coment�rios:

Tulisan Gus Muhammad Ismael Al Kholilie ( Dzurriyat Syaikhuna Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan ) yang saat ini menimba ilmu di Yaman Bend...

Bendera hitam adalah bendera perang, bukan bendera “ummat”.

Tulisan Gus Muhammad Ismael Al Kholilie

( Dzurriyat Syaikhuna Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan ) yang saat ini menimba ilmu di Yaman

Bendera hitam adalah bendera perang, bukan bendera “ummat”.
Sejak kejadian pembakaran bendera tauhid di Garut beberapa hari lalu, saya tertarik untuk menelusuri lebih dalam tentang bendera hitam dalam kitab-kitab Hadits dan Syamail. Prof.Nadirsyah Hosen sebenarnya sudah punya tulisan mengenai masalah ini, tapi kurang mantap rasanya jika tidak ber-ijtihad sendiri dan cuma mengandalkan tulisan orang. Lagi pula kesimpulan Prof Nadir bahwa semua hadits yang berkaitan dengan panji hitam adalah hadits-hadits lemah saya rasa kurang tepat.

Saya juga menelusuri apakah pembakaran bendera tauhid di dunia ini baru dilakukan di Indonesia oleh Banser beberapa hari yang lalu? Bagaimana dengan Yaman Utara tempat dimana bendera-bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid itu juga banyak tersebar sebagai atribut Al-Qaeda ?
Berikut point-point yang bisa saya simpulkan :

1. Warna Bendera Rasulullah Saw
Semasa hidupnya, Rasulullah Saw memiliki banyak bendera, yang terdiri dari beberapa bendera besar (Ar-Rayah) dan bendera kecil (Al-Liwa’). Syaikh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani dalam kitab Syamail-nya menyebutkan
ﻛﺎﻧﺖ ﺭﺍﻳﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻭ ﻟﻮﺍﺀﻩ ﺍﺑﻴﺾ
” bendera besar (Rayah) Rasulullah Saw berwarna hitam, sedangkan bendera kecilnya (liwa’) berwarna putih ”
Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam Tarikhul Hawadits berkata :
ﻭ ﻛﺎﻧﺖ ﻟﻪ ﺭﺍﻳﺔ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ ﺍﻟﻌﻘﺎﺏ ﻭ ﺃﺧﺮﻯ ﺻﻔﺮﺍﺀ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﺳﻨﻦ ﺃﺑﻲ ﺩﺍﻭﺩ ﻭ ﺃﺧﺮﻯ ﺑﻴﻀﺎﺀ ﻳﻘﺎﻝ ﻟﻬﺎ ﺍﻟﺰﻳﻨﺔ
” Rasulullah Saw memiliki bendera hitam yang dinamakan “Al-Uqob”, beliau juga memiliki bendera berwarna kuning seperti keterangan dalam Sunan Abu Dawud, satu lagi bendera beliau yaitu panji berwarna putih yang dinamakan “Az-Zinah” . ”
Dari sini bisa kita ketahui bahwa Rasulullah Saw memiliki beberapa bendera dengan warna yang berbeda-beda, bukan melulu hitam saja. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar bendera-bendera itu digunakan dalam waktu yang berlainan.
(entah kenapa gerombolan radikal seperti ISIS, Al-Qaeda dll lebih memilih warna hitam dari pada warna Royah Rasulullah lainnya ? kuning misalnya- ? Mungkin karena warna hitam terlihat lebih galak, seram dan sangar.. )
Hadits-Hadits tentang warna Royah dan Liwa’ memiliki derajat yang tak sama, ada pula satu hadits yang diriwayatkan dengan sanad yang berlainan. Hadits Riwayat Al-Hakim yang disebut An-Nabhani diatas memang lemah, bahkan ada yang menyebutnya sebagai hadits Munkar, hanya saja itu tidak menafikan adanya hadits-hadits lain yang berderajat hasan seperti riwayat Imam Tirmidzi :
ﻛﺎﻧﺖ ﺭﺍﻳﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻣﺮﺑﻌﺔ ﻣﻦ ﻧﻤﺮﺓ ﻗﺎﻝ
ﺳﺄﻟﺖ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﻳﻌﻨﻲ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻓﻘﺎﻝ ﺣﺪﻳﺚ ﺣﺴﻦ

2. Tulisan dalam bendera Rasulullah Saw
Hanya ada satu hadits yang menyatakan panji hitam Rasulullah Saw bertuliskan kalimat tauhid, yaitu hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan Al-Thabrani dalam kitab Al-Kabir, Abu Assyaikh dalam kitab Al-Akhlaq (153), dan Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid (5/321). yang berbunyi :
ﻛﺎﻧﺖ ﺭﺍﻳﺔ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﺳﻮﺩﺍﺀ ﻣﻜﺘﻮﺏ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺤﻤﺪ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ
” Royah Rasulullah Saw berwarna hitam bertuliskan La Ilaha Ilallah Muhammadun Rasulullah ”
Hadits yang diriwayatkan Abu Assyaikh dinyatakan lemah sanadnya oleh Ibnu Hajar, sedangkan Al-Haitsami mengomentari hadits yang diriwayatkannya : ” semua perawi-nya shahih kecuali Hayyan Bin Abdillah ”
Jadi dapat disimpulkan tidak semua panji Rasulullah Saw bertuliskan kalimat tauhid, hanya satu bendera berwarna hitam saja, itupun ulama sekelas Ibnu Hajar masih meragukan adanya kalimat tauhid dalam bendera Rasulullah Saw tersebut.

3. Fungsi Bendera (Ar-Rayah dan Al-Liwa’) di zaman Rasulullah Saw.
Anggap saja warna dan bentuk bendera Rasulullah Saw memang seperti itu, kita juga harus mengetahui fungsi dan kegunaan bendera Royah dan Liwa’ di masa Rasulullah Saw. Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari-nya :
ﺍﻟﺮﺍﻳﺔ ﻭ ﺍﻟﻠﻮﺍﺀ : ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺤﻤﻞ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺮﺏ ﻳﻌﺮﻑ ﺑﻪ ﻣﻮﺿﻊ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺠﻴﺶ ﻭ ﻗﺪ ﻳﺤﻤﻠﻪ ﺃﻣﻴﺮ ﺍﻟﺠﻴﺶ ﻭ ﻗﺪ ﻳﺪﻓﻊ ﻟﻤﻘﺪﻡ ﺍﻟﻌﺴﻜﺮ ﻭ ﻛﺎﻥ ﺍﻻﺻﻞ ﺍﻥ ﻳﻤﺴﻜﻬﺎ ﺭﺋﻴﺶ ﺍﻟﺠﻴﺶ ﺛﻢ ﺻﺎﺭﺕ ﺗﺤﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺳﻪ
“Royah dan Liwa’ adalah bendera yang digunakan dalam peperangan dan menjadi tanda dimana posisi pemimpin perang. Bendera ini hanya dibawa oleh komandan perang dan terkadang juga diserahkan pada pasukan yang berada di barisan paling depan.. ”
Syaikh Abdullah Said Al-Lahji dalam Muntaha As-Suul berkata :
ﻓﺎﻟﺮﺍﻳﺔ ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﻳﺘﻮﻻﻫﺎ ﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺤﺮﺏ ﻭ ﻳﻘﺎﺗﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺗﻤﻴﻞ ﺍﻟﻤﻘﺎﺗﻠﺔ
” Royah adalah bendera yang dikuasai pemimpin perang dan ia bertugas untuk mempertahankannya. Peperangan berpusat ke mana arah bendera tersebut. ”
Jadi fungsi asli dari Royah dan Liwa’ adalah sebagai bendera perang, oleh karena itu bendera Royah juga dijuluki sebagai “Ummul Harb” atau induk perang. jangan heran jika Imam Bukhori memasukkan pembahasan Liwa’ dan Royah ini dalam kitabul Jihad. Ibnu Qoyyim Al-Jauzi dalam Zad Al-Ma’ad, Syaikh Yusuf An-Nabhani dalam Wasail Al-Wushul, dan Sayyid Muhammad Al-Maliki dalam Tarikh Al-Hawadits, mereka semua sepakat meletakkan pembahasan bendera ini dalam Babu Silahi Rasulillah Saw : Bab Senjata perang yang dimiliki Rasulullah Saw.

Kesimpulannya : Bendera Royah dan Liwa’ adalah atirbut perang. jadi sangat gak nyambung dan gak relevan jika di zaman now ini bendera-bendera itu malah dikibarkan dalam keadaan tenang, aman dan damai. Bendera-bendera itu tidak layak dibawa dalam majlis-majlis, demo-demo atau acara-acara keagamaan, Apalagi dikibarkan dalam acara hari santri nasional ? Jelas-jelas itu adalah sebuah kedhaliman, wadh’u Assyai fi ghoir mahallihi, menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
pada zaman Rasul Saw Bendera-bendera ini merupakan atribut khusus yang hanya boleh dipegang oleh pemimpin perang, bahkan para pasukan pun dilarang asal membawa bendera jenis ini.
( tapi Sekarang bendera hitam ini malah seenaknya saja dibawa oleh bocah- bocah dan ibu-ibu dalam demo-demo , majlis-majlis dan acara-acara lainnya )
oleh karena itu Ibnu Hajar menyatakan bahwa bendera Royah dan Liwa’ hanya dianjurkan untuk dikibarkan dalam waktu perang, itupun yang boleh membawanya cuma komandan perang atau prajurit yang dipercayainya. Dawuh beliau dalam Fathul Bari :
ﻭ ﻓﻲ ﺍﻷﺣﺎﺩﻳﺚ ﺍﺳﺘﺤﺒﺎﺏ ﺍﺗﺨﺎﺫ ﺍﻷﻭﻟﻴﺔ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﺮﻭﺏ ﻭ ﺃﻥ ﺍﻟﻠﻮﺍﺀ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻊ ﺍﻷﻣﻴﺮ ﺍﻭ ﻣﻦ ﻳﻘﻴﻤﻪ ﻟﺬﻟﻚ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﺤﺮﺏ
Ini jelas menolak anggapan mereka yang berfikir bahwa dulu pada zaman Rasulullah Saw, bendera-bendera hitam ini adalah panji-panji Islam yang dengan indahnya berkibar di jalanan kota makkah-madinah, di depan Masjidil Haram atau Masjid Nabawi, dan dibawa para Sabahat dalam setiap perkumpulan atau acara keagamaan.

Sekali lagi bendera ini adalah bendera perang, bukan bendera “ummat”. Jangan kaget jika panji-panji hitam ini sekarang menjadi simbol resmi golongan yang bawaannya pengen perang dan berantem mulu seperti ISIS, Al-Qaeda, Jabhat Nushra dan jama’ah-jama’ah radikal lainnya.
Pada Intinya Bendera-bendera ini sama sekali tidak disunnahkan dikibarkan pada selain waktu perang. Bahkan untuk sekarang ini, tatkala panji-panji hitam ini (Royah Suud) menjadi simbol yang indentik dengan golongan radikal dan bisa memicu fitnah, kekhawatiran dan kekacauan. Hukum membawa bendera ini bisa mencapai taraf “haram” : Saddan Lid Dzariah…

4. Masalah pembakaran bendera
Terlepas dari hukum membakar bendera hitam yang sudah banyak dikaji dimana-mana, sejatinya dari awal saya sangat menyayangkan insiden pembakaran bendera hitam di Garut itu. Karena selain bisa menimbulkan fitnah dan polemik berkepanjangan seperti saat ini, ada cara lain yang tentunya lebih halus dan kalem daripada membakar. menyitanya saja saya rasa sudah sangat cukup. Kita semua pasti tau, dari dulu kalimat “bakar !” – selain bakar ayam, ikan atau jagung- selalu identik dengan ke-bringasan dan kebrutalan, sedangkan NU dari dulu dikenal sebagai penyebar Islam teduh dan damai. jika memang hal ini bisa memicu api fitnah dan nantinya kita harus membuat pembelaan disana-sini, kenapa tidak dihindari dari awal ? Al-Daf’u awla min Ar-Raf’i, menangkal lebih baik daripada mengobati, Bukankah begitu dalam Qoidah fiqihnya ?
Jelas tidak benar jika Banser dituduh sebagai ormas anti kalimat Tauhid gara-gara kejadian ini, sebagaimana sangat naif jika kita serampangan menuduh setiap orang yang tidak setuju dengan pembakaran ini sebagai simpatisan HTI atau orang-orang yang terpengaruh dengan ideologi mereka…

Menutup “pintu” fitnah itu penting, sama seperti ketika Rasulullah Saw menahan diri untuk memerangi kaum munafikin agar tidak menimbulkan fitnah dan asumsi-asumsi sesat ditengah masyarakat. toh padahal mereka sudah berkali-kali merencanakan makar-makar jahat terhadap Rasulullah Saw.
” aku tidak ingin orang-orang berkata bahwa Muhammad memerangi sahabat-nya sendiri ” begitu sabda Rasulullah Saw waktu itu..
Bukan hal yang mengherankan jika pembakaran bendera tauhid itu meledakkan kegaduhan dan kehebohan di tengah masyarakat, karena memang insiden ini -mungkin- adalah yang pertama dan baru kali ini terjadi di bumi Indonesia.
Kemarin saya mendiskusikan masalah ini dengan seorang sahabat asal Hudaidah, salah satu kota di Yaman Utara yang sampai sekarang dilanda konflik tiada henti. di daerah-daerah konflik disana bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid juga banyak tersebar, hanya saja disana panji hitam bukan menjadi bendera HTI, melainkan bendera Al-Qaeda.

” Al-Qaeda di Syimal-Yaman Utara- bukankah juga mempunyai bendera ? ”
” Iya punya.. Bendera Hitam bertuliskan La ilaha Illallah ”
Saya lalu menceritakan kepadanya kehebohan di Indonesia akibat pembakaran bendera tauhid tempo hari lalu, tanggapanya benar-benar diluar dugaan..
” Aadii.. (Biasa saja)” ucapnya santai. ” di Aden atau di Hudaidah pembakaran bendera-bendera hitam seperti itu sudah biasa terjadi. mereka menyita dan mengumpulkan bendera-bendera itu dalam suatu tempat, menyiramnya dengan bensin lalu membakarnya.. ”
” siapa yang melakukannya..? ”
” pemerintah.. Masyarakat juga turut andil, bahkan di daerahku sebagian masyaikh juga melakukan itu.. ”
” mereka yang membakar juga ahlussunnah.. ? ”
” iya.. ”
” Maa had takallam ? ( tidak ada yang berkomentar atas pembakaran itu..) ?”
” gak ada.. Biasa aja, bendera-bendera itu adalah penyebab fitnah, jadi sudah seharusnya dilenyapkan, kami mengqiyaskannya dengan Masjid Dhiror ” begitu pendapatnya..
Saya juga menceritakan masalah ini kepada murid-murid saya yang berasal dari Yaman Utara. salah satu dari mereka bernama Ahmad, berasal dari kota Mahwith. iya tampak terkejut ketika mendengar cerita saya, tapi bukan karena Insiden pembakaran bendera (karena menurutnya, pembakaran bendera hitam di daerahnya sudah lumrah dan biasa). Ia malah terkejut karena satu hal : Kok bisa bendera seperti itu ada di Indonesia ?
Setelah kami bertukar cerita panjang lebar, dengan raut wajah sedih ia berkata :
” Allah Yarhamkum ya ustadz.. Semoga Allah mengasihani kalian para penduduk Indonesia ustadz..
Wallah..Jika bendera-bendera hitam itu mulai tersebar di negara kalian, itu pertanda awal dari semua kekacauan..”
Saya mengamini doa tulusnya itu.. Ia benar.. Ditengah badai fitnah, kegaduhan, dan perpecahan yang berkecamuk diantara kita saat ini.. betapa butuhnya kita akan pertolongan, kasih sayang dan belas kasih Allah untuk kita..
Irhamna Ya Rabb Ya Rahiim Ya Rahmaan…

** hanya tulisan pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan ormas, keluarga besar, atau lembaga dimana saya bernaung…

* Ismael Amin Kholil, 24 Oktober, 2018



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2As2Y9S
via Muslim Sejati

0 coment�rios: