Blogger Muslim Sejati

Home Top Ad

Responsive Ads Here

Para srikandi pejuang wanita islam ini, pada awalnya terjun ke medan pertempuran dengan berbagai macam alasan. Banyak juga yang terjun dala...

PEJUANG WANITA ISLAM SEPANJANG MASA.

Para srikandi pejuang wanita islam ini, pada awalnya terjun ke medan pertempuran dengan berbagai macam alasan. Banyak juga yang terjun dalam medan laga karena menuntut sebuah tindakan pembalasan. Pembalasan atas kematian anak, saudara, suami atau orang tuanya. Pendek kata, mereka tidak rela jika orang-orang yang mereka kasihi, belahan jiwanya, dirampas begitu saja. Harus ada sebuah tindakan sebagai hukuman.

Namun seiring dengan waktu, perasaan yang timbul adalah sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab untuk ikut memikul perjuangan bersama-sama dengan orang-orang yang menyertai dirinya. Berjanji pada diri sendiri untuk selalu melindungi kawan seperjuangan. Bahkan lebih dari itu, para srikandi pejuang wanita islam ini memikul tanggung jawab mengangkat kehormatan bangsa dan agama.

Itulah yang menyebabkan nama mereka dikenang sebagai wanita hebat dalam sejarah islam yang tangguh dan perkasa, layaknya srikandi dalam tokoh pewayangan. Srikandi-srikandi bangsa, dan mujahidah tangguh pembela agama. Sangat kontras dengan pandangan-pandangan sebagian masyarakat, baik di dunia barat dan timur, yang menganggap wanita islam terbelenggu oleh agamanya.

Tak kenal maka tak sayang. Langkanya informasi keislaman yang bisa diakses dengan mudah membuat tidak sedikit kaum muslimah yang termakan propaganda tersebut dan ikut-ikutan bersikap sinis terhadap agamanya sendiri. Padahal sejarah Islam telah membuktikan bahwa apa yang mereka katakan justru berkebalikan 180 derajat.

Nah, berikut ini penulis coba sajikan beberapa tokoh pejuang wanita islam yang menginspirasi dari sejarah Islam. Mereka turut terjun dalam pertempuran menyertai para suami dan tak segan merubuhkan lawan-lawan mereka. Inilah para srikandi pejuang wanita Islam di masa Rasulullah SAW, hingga srikandi  pejuang wanita Islam dari nusantara yang gigih berjuang mengusir penjajah Eropa. Penggalan kisah ini penulis ambil dari buku karangan R. Armando, yang berjudul “Jifara Sniper Wanita Perang Suriah”, penerbit Rais Asa Sukses (Penebar Swadaya Grup).

SRIKANDI PEJUANG WANITA ISLAM DI MASA RASULULLAH SAW

1. Shafiyyah Binti Abdul Muthalib

Shafiyyah binti Abdul Muthalib adalah bibi dari Nabi Muhammad SAW. Putri dari Abdul Muthallib bin Hasyim ini juga dijuluki sebagai “Ibunda Hawari” (pengawal setia) Rasulullah SAW. Ya, dialah ibu dari “sang Hawari” (pengawal setia), Zubair bin Awwam, salah satu sahabat dan pembela Rasulullah SAW, “pilih tanding“.

Shafiyyah merupakan ibu yang sangat peduli pada pendidikan anaknya. Digemblengnya sang putera, Zubair bin Awwam menjadi seorang pahlawan Islam. Zubair termasuk dalam daftar 10 orang sahabat yang dijanjikan surga. Bahkan Khalifah Umar Bin Khattab menjadikan Zubair satu dari empat orang yang dikirim untuk membantu pasukan Islam di bawah komando Amru Bin Ash, saat membebaskan Mesir dari cengkeraman Romawi. Dalam suratnya, Khalifah Umar mengatakan bahwa empat orang utusan ini memiliki kekuatan yang sama dengan 1.000 orang !

Shafiyyah sendiri hidup dan dibesarkan dalam lingkungan terpilih, sehingga dia tumbuh menjadi seorang wanita yang mulia. Beliau mendapat tugas kehormatan menjamu dan memberi makan para jamaah haji (As-Siqaayah). Shafiyyah menguasai sastra dan fasih berbahasa, sangat terpelajar, piawai menunggang kuda, dan berani bak ksatria.

Ketika Islam mulai menyinari Jazirah Arab dan wahyu telah turun, Rasulullah SAW menyeru kepada keluarga sebagai implementasi perintah Allah SWT, dalam surat Asy-Syu’ara : 214 yang artinya, “Dan berilah peringatan kepada keluarga-keluarga yang paling dekat denganmu.” 

Ummul Mukminin, ‘Aisyah r.a, meriwayatkan bahwa ketika ayat tersebut turun, Nabi SAW mengumpulkan segenap keluarganya sambil berkata, yang artinya, “Wahai Fatimah binti Muhammad, Wahai Shafiyyah binti Abdul Muthalib, Wahai Bani Abdul Muthalib, aku tidak dapat membela kalian sedikitpun di hadapan Allah. Adapun mengenai harta, silakan minta dariku sesuka hatimu.”

Cahaya Islam menembus relung hati terdalam Shafiyyah dan ia pun masuk Islam, berserah diri secara total kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sementara puteranya, Zubair, telah lebih dulu menerima Islam. Sejak saat itu, Shafiyyah berinteraksi dengan dien yang agung ini. Shalatnya terjaga, shaum sunnahnya ditunaikan, dan lidahnya tak pernah kering dari berzikir kepada Allah SWT. Bahkan saat perintah hijrah datang, Shafiyyah binti Abdul Muthalib pun termasuk dalam rombongan Muhajirin. Ditinggalkannya tanah kelahiran dan semua harta miliknya di Mekkah karena ketaatan.

Ditengah pertempuran Perang Uhud, Shafiyyah dan beberapa muslimah lainnya ikut ambil bagian. Mereka bertugas mengantar air bagi para pasukan yang kehausan. Selain itu, Shafiyyah juga mempersiapkan panah dan mengobati pasukan yang terluka. Sayangnya, pasukan Islam yang hampir menang pada akhirnya terdesak. Hal ini disebabkan pasukan pemanah tidak menaati perintah Rasulullah untuk tetap pada posisisnya di atas bukit meski apapun tengah terjadi. Mereka tergoda untuk ikut mengambil harta rampasan perang.

Kesempatan ini diambil oleh pasukan berkuda Kafir Quraisy untuk menghantam balik. Pasukan kaum muslimin pun tercerai-berai. Mereka lari dan berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Bahkan Rasulullah yang masih bertahan pada posisinya hanya dilindungi oleh beberapa orang sahabat mereka bertarung mati-matian, menebas, menusuk, dan menjadi tameng hidup untuk melindungi Rasulullah.

Shafiyyah tidak tinggal diam, ia meraih tombak dan mengacung-acungkannya di hadapan pasukan muslimin yang lari berhamburan sambil berteriak, ” Engkau telah membiarkan Rasulullah berjuang seorang diri !”

Melihat hal itu, Rasulullah SAW merasa iba. Ia pun berkata kepada Zubair bin ‘Al Awwam, “Temui ibumu dan ajaklah segera ia pergi meninggalkan medan perang. Jangan sampai dia melihat kondisi saudara kandungnya (Hamzah bin Abdul Muthalib).” Zubair langsung mendekati ibunya dan menyampaikan pesan Rasulullah SAW. Zubair berkata, “Ibu, sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruhmu agar mundur dari medan perang…”

Shafiyyah pun balik bertanya,”Memangnya kenapa ? Aku menerima kabar bahwa saudara kandungku telah syahid dan tubuhnya dirusak. Ketahuilah, bagiku hal itu terlalu ringan selama dipersembahkan di jalan Allah. Kami dapat menerima dengan lapang dada semua kejadian itu. Sampaikanlah kepada Rasulullah SAW, bahwa aku akan tetap sabar dan tabah, insya Allah”.

Zubair pun kembali menemui Rasulllah SAW dan menyampaikan pesan ibunya. Rasulullah SAW berkata, yang artinya,
“Kalau begitu biarkan dia dalam posisinya sekarang.”

Seusai perang, Shafiyyah mendatangi jenazah saudara kandungnya. Begitu pula Rasullah SAW, dalam berbagai riwayat diceritakan bahwa Rasullah sangat marah dan sedih melihat kondisi Hamzah bin Abdul Muthalib. Tekad kuat untuk membela Islam selalu tertanam dalam jiwa Shafiyyah. Dihadapinya setiap ancaman yang akan embahayakan posisi kaum muslimini. Seperti halnya dalam Perang Khandaq (parit), yaitu saat pasukan gabungan Kafir Quraisy, Kaum Yahudi, dan Bani Ghatafan. Bahkan, Yahudi Madinah pun menghkhianati perjanjian damai dan ikut bergabung melawan kaum muslimin. Madinah terkepung !

Diceritakan bahwa ketika Rasullah SAW keluar dari Madinah untuk menghadapi musuh dalam Perang Khandaq, beliau menempatkan kaum muslimah di benteng milik Hasan r.a. Hal ini disebabkan benteng tersebut paling kua. Tiba-tiba seorang Yahudi datang dan mencoba menyelidiki benteng tersebut. Melihat hal itu, Shafiyyah berkata,”Maka aku langsung mengambil sepotong kayu dan turun dari benteng untuk mendekati Yahudi itu. Aku buka pintu benteng perlahan-lahan, lalu menyerang orang Yahudi lalu memukulnya hingga mati.”.

Nah, itulah Shafiyyah binti Abdul Muthalib, seorang srikandi pejuang wanita islam yang juga dikenal sebagai muslimah pertama yang membunuh orang musyrik, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Ishaq. Hingga akhir hidupnya, Shafiyyah tetap menggenggam erat ajaran Rasulullah SAW. Ia wafat pada usia 70 tahun dan dimakamkan di area pekuburan Baqi, di Madinah.

srikandi-pejuang-wanita-islam-nusaibah

gambar hanya ilustrasi

2. Nusaibah binti Ka’ab Al Anshariyah.

Jika Shafiyyah binti Abdul Muthalib berasal dari golongan Muhajirin (yang hijrah dari Mekkah), Nusaibah binti Ka’ab berasal dari golongan Anshar (pembela dari Yatsrib). Dalam perjalanan Islam, kaum Anshar adalah penduduk asli Yatsrib (cikal bakal Madinah) yang bersedia membela dakwah Rasulullah SAW, disaat semua suku menolak ajakan Rasulullah SAW, untuk membela agama tauhid.

Inilah Nusaibah binti Ka’ab, srikandi pejuang wanita Islam yang juga ikut serta dalam pertempuran di medan Perang Uhud. Di saat pasukan musuh merangsek menuju posisi Rasulullah SAW, Nusaibah dengan gagah berani menghadang mereka dan mengayunkan pedangnya.

Rasulullah SAW yang mulia berdiri di puncak Bukit Uhud dan memandang musuh yang merangsek maju mengarah pada dirinya. Beliau memandang ke sebelah kanan dan tampak olehnya seorang perempuan mengayun-ayunkan pedangnya dengan gagah perkasa melindungi dirinya. Beliau memandang ke kiri dan sekali lagi beliau melihat wanita tersebut melakukan hal yang sama, menghadang bahaya demi melindungi sang pemimpin orang-orang beriman.

Kata Rasulullah SAW kemudian, Tidaklah aku melihat ke kanan dan kekiri pada pertempuran Uhud kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.”

Memang Nusaibah binti Ka’ab Ansyariyah demikian cinta dan setianya kepada Rasulullah sehingga begitu melihat junjungannya itu terancam bahaya, dia maju mengibas-ngibaskan pedangnya dengan perkasa sehingga dikenal dengan sebutan “Ummu Umarah“, adalah pejuang wanita Islam yang mempertaruhkan jiwa dan raga demi Islam. Ia termasuk pasukan Islam yang ikut dalam Perang Yamamah di bawah pimpinan Panglima Khalid bin Walid, sampai terpotong tangannya. Ummu Umarah juga bersama Rasulullah SAW dalam menunaikan Baitur Ridhwan, yaitu suatu janji setia untuk sanggup mati syahid di jalan Allah.

Nusaibah adalah satu dari dua srikandi pejuang wanita Islam yang bergabung dengan 70 orang lelaki Ansar yang berbaiat kepada Rasulullah SAW. Dalam baiat Aqabah yang kedua itu, ia ditemani suaminya Zaid bin Ahsim dan dua orang puteranya : Hubaib dan Abdullah. Wanita yang seorang lagi adalah saudara Nusaibah sendiri. Pada saat baiat itu Rasulullah menasihati mereka, “Jangan mengalirkan darah dengan sia-sia.”

Dalam perang Uhud, Nusaibah membawa tempat air dan mengikuti suaminya serta kedua anaknya ke medan perang. Pada saat itu Nusaibah menyaksikan betapa pasukan Muslimin kocar-kacir dan musuh merangsek maju sementara Rasulullah SAW berdiri tanpa perisai. Seorang Muslim berlari mundur sambil membawa perisainya, maka Rasulullah SAW berseru kepadanya, “Berikan perisaimu kepada yang berperang.” Lelaki itu melemparkan perisainya yang lalu dipungut oleh Nusaibah untuk melindungi Nabi.

Ketika ditanya tentang 12 luka di tubuhnya, Nusaibah menjawab, “Ibnu Qumaiah datang ingin menyerang Rasulullah ketika para sahabat sedang meninggalkan baginda. Lalu (Ibnu Qumaiah) berkata, “mana Muhammad? Aku tidak akan selamat selagi dia masih hidup.” Lalu Mushab bin Umair dengan beberapa orang sahabat termasuk saya menghadapinya. Kemudian Ibnu Qumaiah memukulku.”

Rasulullah juga melihat luka di belakang telinga Nusaibah, lalu berseru kepada anaknya, “Ibumu, ibumu…balutlah lukanya! Ya Allah, jadikanlah mereka sahabatku di surga!” Mendengar itu, Nusaibah berkata kepada anaknya, “Aku tidak perduli lagi apa yang menimpaku di dunia ini.”

 

3. Khaulah binti Azur

Berbicara tentang Syam, mengingatkan kita pada sesosok srikandi pejuang wanita Islam bernama Khaulah binti Azur. Khaulah menyertai pasukan Islam yang diberangkatkan Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq untuk membebaskan Syam dari kekuasaan Romawi. Di bawah komando panglima perang Khalid bin Walid, pasukan Islam bergerak ke medan Perang Yarmuk.

Khaulah binti Azur bersama beberapa muslimah lainnya menyertai pasukan Islam di barisan belakang. Tugas para muslimah ini di antaranya menyiapkan makanan dan minuman untuk pasukan. Selain itu, mereka bertugas mengobati pasukan yang terluka dan memberikan semangat kepada pasukan yang lari mundur untuk kembali melanjutkan pertempuran. Tugas seperti ini biasa diberikan sejak Rasulullah SAW masih hidup.

Ketika menuju wilayah Ajnadin, pasukan Khalid bin Walid dihadang oleh pasukan Romawi dan sisi utara Syam di bawah pimpinan panglimanya, Theodore. Kedua pasukan bertemu dan terjadilah pertempuran hebat. Di saat pertempuran berkecamuk, terdengar kabar bahwa Dhirar bin Azur tertawan musuh. Tertawannya Dhirar yang sangat pemberani itu membuat Panglima Khalid bin Walid naik pitam. Alhasil, pertempuran berlanjut dengan lebih dahsyat.

Ditengah pertempuran yang dahsyat itu terlihat salah seorang pasukan Islam yang bertarung dengan gagah berani. Penunggang berkuda itu memakai cadar dan bertempur mati-matian tanpa mengenal lelah. Barisan pasukan Romawi pun kocar-kacir. Tak ada yang tahu identitas pasukan bercadar tersebut. Tak ada informasi selain kedua matanya yang tampak dan selendang hijau yang terlilit di pinggang dan punggungnya.

Dengan gerakan luar biasa, ia menerobos barisan pasukan Romawi, lalu menusuk dan menebaskan pedangnya tanpa ragu. Korban dari tentara Romawi pun berjatuhan. Demikian hal tersebut terus terjadi seolah dia tidak akan mundur sedikitpun. Kejadian ini tidak luput dari perhatian Panglima Khalid. Digayuti rasa penasaran, Panglima Khalid mendekatinya dan bertanya, “Siapa Kau?”. Namun pasukan bercadar itu mengelak dan menjauh dari hadapan Panglima Khalid. Sang Panglima terus memburunya dan mendesak dengan pertanyaan yang sama.

Oleh karena risih, orang itu pun menjawab, “Wahai panglima perang yang mulia, akut tidak menghindar darimu kecuali karena aku merasa malu terhadapmu. Engkau seorang panglima besar, ditakuti musuh dan disegani lawan. Sementara aku hanyalah seorang wanita bercadar. Aku melakukan ini semua karena terpaksa. Aku marah dan sakit hati. Aku adalah Khaulah binti Azur, aku sedang bersama kaumku, kemudian datang orang memberikan kabar bahwa saudaraku, Dhirar, tertangkap pasukan Romawi. Kemudian akupun langsung mengambil kuda dan melakukan seperti yang Anda lihat saat ini.”

Mendengar penjelasan tersebut, Panglima Khalid menjadi takjub. Ia heran sekaligus kagum dengan Khaulah yang dengan gigihnya ikut bertempur untuk menyelamatkan saudaranya yang tertawan. Panglima Khalid pun berjanji untuk berusaha lebih keras membebaskan Dhirar. Tidak lama kemudian, Dhirar pun berhasil diselamatkan.

Pertempuran selanjutnya kembali memanas. Untuk kedua kalinya Dhirar tertawan pihak Romawi. Khaulah pun memohon kepada Panglima Khalid bin Walid untuk membebaskan saudaranya sekali lagi. Mendengar hal tersebut, Panglima Khalid menyatakan kesediaanya. Pasukan Khalid bin Walid melakukan serbuan besar-besaran dan Benteng Antiokia dikepung. Dhirar yang tertawan di kota itu berhasil diselamatkan. Namun, Khaulah dan beberapa muslimah lainnya justru tertawan pihak Romawi.

Meskipun tertawan, Khaulah pantang menyerah dan melakukan aksi pemberontakan. Kepada teman-temannya, Khaulah mengatakan, “Wahai puteri-puteri Himyar, keturunan-keturunan Thubba’, apakah kalian rela terhadap orang-orang kafir yang akan menjamah kalian dan anak-anak kalian dijadikan budak mereka ? Lebih baik kita mati daripada menjadi budak hina dan pelayan Romawi !”

Saat tenda-tenda perkemahan pasukan Romawi sepi karena ditinggal berperang, Khaulah dan kawan-kawannya mengambil tiang-tiang tenda sebagai senjata. Dengan penuh keberanian, Khaulah dan kawan-kawannya menghantam pasukan penjaga dan berhasil meloloskan diri. Sang srikandi pejuang wanita Islam, Khaulah binti Azur wafat di masa kekhalifahan Utsman bin Affan.

 

Demikianlah sepenggal kisah para srikandi pejuang wanita Islam di masa Rasulullah SAW yang sangat mengagumkan dan layak menjadi inspirasi bagi umat Islam khususnya para muslimah. Bagaimana dengan wanita Islam Nusantara ? Simak pada bagian kedua dari  sejarah srikandi pejuang wanita Islam pada artikel kami yang berjudul : Srikandi Pejuang Wanita Islam Nusantara.



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2xhNRgq
via Muslim Sejati

0 coment�rios: